Tuna grahita membutuhkan pengajaran yang lebih atau ekstra
dibanding anak- anak normal lainnya. Ada sekolah khusus yang biasa
disebut SLB (Sekolah Luar Biasa). Biasanya anak Tunagrahita tersebut di
tes terlebih dahulu agar dapat di ketahui klasifiksi termasuk
Tunagrahita ringan, sedang, ataupun berat. Sehingga akan mendapatkan
pengajaran yang sesuai dengan kebutuhannya. Anak dengan kebutuhan khusus
adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan (fisik, mental-
intelektual, sosial, emosional) dalam proses perkembangannya
dibandingkan dengan anak- anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
Proses pembelajaran untuk anak tunagrahita harus dilakukan secara intensif karena mereka sangat memerlukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan mereka. Secara umum keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa komponen. Komponen tersebut dapat berasal dari guru, siswa, sarana prasarana, kurikulum, dan lain- lain. Komponen- komponen ini akan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Guru tanpa siswa tidak akan terjadi proses pembelajaran, demikian juga siswa tanpa komponen yang lain tidak mungkin terjadi proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan bagian yang paling pokok dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Pembelajaran adalah interaksi timbal balik antara siwa dengan guru dan antar sesama dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima.
Kajian teori dalam proses pembelajaran :
a. Teori Motivasi
Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar- mengajar. Dan memberikan reward kepada siswa yang berbakat.
b. Teori Belajar dan Tingkah Laku
Dalam kegiatan belajar- mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah.
c. Teori Kognitif
Sesuatu yang dipelajari siswa tergantung pada apa yang diketahui dari masing- masing siswa dan bagaimana informasi baru diproses.
Proses pembelajaran untuk anak tunagrahita harus dilakukan secara intensif karena mereka sangat memerlukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan mereka. Secara umum keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa komponen. Komponen tersebut dapat berasal dari guru, siswa, sarana prasarana, kurikulum, dan lain- lain. Komponen- komponen ini akan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Guru tanpa siswa tidak akan terjadi proses pembelajaran, demikian juga siswa tanpa komponen yang lain tidak mungkin terjadi proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan bagian yang paling pokok dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Pembelajaran adalah interaksi timbal balik antara siwa dengan guru dan antar sesama dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima.
Kajian teori dalam proses pembelajaran :
a. Teori Motivasi
Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar- mengajar. Dan memberikan reward kepada siswa yang berbakat.
b. Teori Belajar dan Tingkah Laku
Dalam kegiatan belajar- mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah.
c. Teori Kognitif
Sesuatu yang dipelajari siswa tergantung pada apa yang diketahui dari masing- masing siswa dan bagaimana informasi baru diproses.
Sejarah Pendidikan Anak Tunagrahita
A. Sejarah Pendidikan Anak Tunagrahita
1. Sejarah Umum pendidikan Anak Tunagrahita
Sejarah ortopedagogik (pendidikan) anak tunagrahita
merupakan sebagian sejarah dari pendidikana anak-anak berkelainan pada
umumnya, baik yang berkelainan jasmani maupun rohani/mental.
Di Eropa, perkembangan pendidikan anak berkelainan termasuk
anak tuna grahit dalam geris besarnya telah menjalani 3 periode (
Frampton and Gall,1955:4) :
a. Periode Zaman Primitif dan Purbakala (1950 SM – 476 M)
b. Zaman Pertengahan (500-1500M)
c. Zaman Modern (1500M-sekarang)
a. Zaman primitive, Purbakala, dan Abad pertengahan
Pada zaman prasejarah merka dipandang tak ubahnya dengan
“hewan”, dilenyapkan dari muka bumi melalui hukum “the survival of the
fittest”; karena tak sanggup mengatasi kekerasan alam dan musnah.
Pada zamamn plato (427-347 SM), orang-orang Atena senang
sekali memperlakukan orang cacat sebagai bahan tontonan, bahkan sering
dibunuh.
Hukum Lycurgus adalah hokum yang membaharui hokum lama di Sparta delapan abad sebelum masehi.
Hukum Yunani mendorong orang-orang membantu para janda,
yatim, buta, tuli, dan jompo. Dalam hokum ini orang-orang berkelainan
mendapat batasan kesempatan social, orang cacat dianggap berdosa dan
dijauhkan dari tempat ibadah.
Pada abad pertengahan, sekte-sekte agama banyak
yang memberikan pertolongan kepada warga yang lemah tetapi para
bangsawan membuat orang cacat menjadi bahan tontonan.
b. Zaman modern
Zaman modern ditandai semakin meluasnya usaha pemeliharaan,
pendidikan dan penelitian terhadap anak berkelainan. Pada tahun 1811
Napoleon memerintahkan untuk melakukan sensus bagi penderita cacat
mental(tuna grahita). Pada tahun 1816 didirikan oleh Gotthard Guggenmos
yayasan yang membuka sekolah pertama untuk anak tunagrahita di Wildberg,
Wurtenberg di bawah pimpinan Haldenwang. Sekolah ini ditutup pada tahun
1835 tanpa mencapai hasil yang banyak.
Negeri swiss adalah negara pertama yang memberikan pendidikan dan pengajaran anak tunagrahita
Pada tahun 1841 didirikan institut Guggenbuhl. Ia telah menciptakanprototype bagi
lembaga-lembaga yang merawat tunagrahita. Hal ini menarik minat negara
lain sehingga pada abad ke 19 berdirilah berbagai institut untuk
anak-anak tunagrahita di negara-negara eropa barat dan amerika.
Dokter J.M.G Itart mendapat penghargaan dari akademi Ilmu
Pengetahuan Prancis dan mendapat gelar Bapak Pendidikan anak-anak
tunagrahita.
Pengalaman-pengalaman Itart tersebut ditulisnya dalam buku
“anak liar dari Aveyron”. Karyanya menginspirasi Edward Seguin untuk
mendirikan “sekolah” pada institut Bicetre di Paris pada tahun 1837 dan
berhasil dengan baik.
Seguin mempunyai pandangan yang sifatnya medis dan
melahirkan teori pendidikan yang dikenal dengan physiological training.
Menurut Teori ini, pendidikan anak tunagrahita harus menitik beratkan:
latihan otot, koordinasi mata dengan tangan, pendengaran, suara,
danperhatian dan kemudian maju kepada perkembangan gagasan yang umum
pada akhirnya kepada berpikir abstrak dan asas-asas moralitas. Teori ini
banyak dikritik orang karena bersifat mekanistis
Pada tahun 1848 Seguin pindah ke Amerika Serikat untuk
memimpin berbagai lembaga anak tuna grahita dan menjadi peletak dasar
studi anak-anak tunagrahita di zaman modern. Lembaga pendidikan anak
tunagrahita yang pertama di Amerika serikat didirikan di Massachussetts
pada tahun 1848.
Pada akhir abad ke 19 bentuk layanan pendidikan bagi anak
berkelainan termasuk tunagrahita dari sistem segregasi di
sekolah-sekolah khusus pada munculnyakelas-kelas khusus di sekolah biasa
. ini upaya untuk menghindarkan isolasi anak-anak berkelainan.
Pada pertengahan abad 20, bentuk pelayanan pendidikan
khusus yang terpisah dari pendidikan anak normal dipertanyakan.
Diketahui bahwa pandangan masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus
mengalami perubahan dari masa kemasa. Konsep baru ini dimulai sejak
tahun 1968 di Scandinavia,kemudian berkembang ke negara-negara lain.Pada tahun 1981, PBB memasyarakatkan konsep baru ini dengan mencanangkan tahun itu sebagai tahun penyandang cacat internasional.
2. Sejarah Pendidikan Anak Tuna Grahita di Indonesia
Pendidikan anak tuna grahita di Indonesia ditinjau dalam tiga fase
a. Masa sebelum abad ke-20
b. Masa sebelum perang dunia ke-2 dan
c. Masa sesudah Indonesia merdeka
a. Masa sebelum abad ke-20
Orang-orang zaman dahulu percaya pada hal-hal yang bersifat
supernatural. Menurut kepercayaan ini segala sesuatu berlangsung
menurut kehendak roh, kekuatan gaib, dan para dewa.
Kedatangan agama Islam dan nasrani membawa ajaran baru kepada orang Indonesia, diantaranya:
1. Yang mengatur segala sesuatu bukan roh, kekuatan gaib, atau para dewa melainkan Tuhan Yang Maha Esa ( Alloh SWT )
2. Setiap orang mempunyai kewajiban moral dan hendaklah menolong orang-orang yang lemah.
Pada zaman pemerintah Hindia-Belanda, Indonesia mengenal dua jenis pendidikan yaitu :
1. Yang diselenggarakan oleh pemerintah(Sekolah Negeri)
2. Yang diselenggarakan oleh masyarakat(Sekolah Swasta)
Pendidikan di pesantren menganut 2 ciri yang penting yaitu:
1. Beranggapan bahwa setiap orang wajib belajar
2. Mempergunakan tutor dalam melaksanakan prinsip individualisasi pengajaran.
Kedua prinsip pendidikan pesantern itu penting bagi
Pendidikan Anak Luar Biasa, karena pada prinsip pertama dinyatakan bahwa
setiap orang berhak mendapat pendidikan, termasuk penyandang cacat.
b. Masa Sebelum Perang Dunia ke-2
Pada permulaan abad ke-20, pemerintah Hidia Belanda
membangun sekolah untuk anak-anak bumi putera. Selain itu juga
berkembang sekolah-sekolah swasta yang diselenggarakan oleh
Perkumpulan-perkumpulan atau yayasan misalnya Sekolah Taman
Siswa, sekolah-sekolah yang diselenggarakan organisasi keagamaan
misalnya Sekolah Muhamadiyah, Nahdatul Ulama, Natla’ul Anwar, Al Wasiyah
dsb.
Badan yang pertama mengusahakan Pendidikan Luar Biasa untuk
Anak Tunagrahita di Indonesia ialah Perkumpulan Pengajaran Luar Biasa”
Vereniging voor Buitengewoon Lager Onderwijs” didirikan tanggal 31 Mei
1927 atas inisiatif dr. A. Kits Van Heiningen dan W. Akkersdijk,
berkedudukan di Bandung.
Dalam anggaran dasar perkumpulan tersebut pasal 2 ( maksud dan tujuan ) :
1. Perkumpulan bermaksud, mengusahakan dan
menyelenggarakan pendidikan dan pengajarankhusus untuk anak-anak yang
“Terbelakang” atau “Lemah Pikiran” yang kurang mampu atau tidak sanggup
mengikuti pendidikan dan pengajaran di sekolah bioasa sebagai akibat
kelambatan atau gangguan psikis di dalam perkembangan daya pikir.
Perkumpulan bertujuan, memberikan pendidikan dan pengajaran
dengan kebutuhan dan kesanggupan anak-anak yang tersebut pada pasal 2
ayat a, agar mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna serta
diharapkan secara ekonomis dapat berdiri sendiri.
c. Sesudah Indonesia Merdeka
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan
“Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”. Pada ayat 2
dinyatakan: Pemerintah mengusahak dan menyelenggarakan satu system
pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Sebagai tindaklanjutnya pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan undang-undang nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran disekolah(UU pokok pendidikan dan pengajaran
nomor 12 tahun 1954). Dalam undang-undang tersebut pada bab V pasal 6
ayat 2 dinyatakan “Pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan
khusus untuk mereka yang membutuhkan.
Dari catatan sejarah, selama pemerintahan Hindia Belanda
dan pendudukan Jepang sampai tahun 1952 belum seorangpun bangsa
Indonesia yang mendapat pendidikan khusus untuk menjadi guru pendidikan
bagi anak-anak cacat termasuk menjadi guru pendidikan anak tuna grahita.
Pada Tahun 1952 dengan surat keputusan nomor 24954
tertanggal 26 juli 1952. Pemerintah Republik Indonesia membuka Sekolah
Guru Pengajaran Luar (SGPLB) yang pertama di Bandung. Tamatan Sekolah
Guru Pengajaran Luar Biasa (SGPLB) yang pertama ini sebagian di
tempatkan di Sekolah Rakyat Latihan Luar Biasa di Bandung.. Kemudian
SRLB dirubah menjadi SLB (Sekolah Luar Biasa).
Pada kondisi waktu itu SGLB membuka tiga jurusan yaitu
jurusan A untuk anak tunanetra, B untuk anak tunarungu, C untuk anak
tunagrahita. Kemudian berkembang menjadi SLB A untuk tunanetra, SLB B
untuk tunarungu, SLB C dan C1 Untuk tuna grahita ringan dan sedang.
Penjurusan SGPLB Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa
berkembang menjadi A,B,C,D,E. Jurusan D untuk anak tunadaksa dan E untuk
anak tunalaras. Demikian pula dengan SLB A,B,C kemudian menjadi
SLB-A,SLB-B, SLB-C, SLB-D, SLB-E dan SLB-G untuk cacat ganda.
B. Landasan, Tujuan, dan Fungsi Pendidikan Anak Tunagrahita
1. Landasan Pendidikan Anak Tunagrahita
Landasan ortopedagogik anak tunagrahita dapat dibagi menjadi 3 macam :
a. Landasan sebagai alasan dapatnya ortopedagogik anak tuna grahita dibangun.
Landasan ini dibangun terdapat pada diri anak didik yang
menyandang ketunagrahitaan. Manusia bersifat mendidik dan dapat di
didik( homo educandum dan homo educabilies). Kedua sifat tersebut saling
melengkapi. Pengalaman bahwa anak tunagrahita yang sudah dewasa (
tingkat ringan) memang memberikan pendidikan kepada anak didik. Jadi
jelas ada tempat bagi ortopedagogik anak tunagrahita untuk dapat
dibangun.
b. Landasan sebagai alasan perlunya ada ortopedagogik anak tunagrahita
1. Landasan Agama dan perikemanusiaan.
Baik agama maupun filsafat perikemanusiaan mengajarkan agar
manusia berbuat baik kepada manusia dan makhluk lain, termasuk
diantaranya kepada orang dan anak yang menyandang ketunagrahitaan.
Dengan itu maka lahirlah lembaga-lembaga pemeliharaan, kemudian
melahirkan usaha mendidik yang kemudian membuka jalan bagi
perkembangan ilmu yang kini disebut ortopedagogik , termasuk
ortopedagogik anak tunagrahita.
2. Landasan PBB
Deklarasi PBB, 1971( tentang hak-hak anak ) menyatakan :
Bahwa anak-anak cacat fisik, mental, atau sosial, harus
mendapatkan perawatan, pendidikan dan pemeliharaan secara khusus sesuai
dengan kondisi kelainannya.
3. Landasan Filsafat Negara Pancasila
Pancasila sebagai filsafat dan dasar Negara Indonesia,
seperti hanya agama dan filsafat kemanusiaan, Pancasila menempatkan
manusia diatas nilai-nilai kebendaan.
4. Landasan UUD dan Hukum positif lainnya.
Pendidikan di Indonesia diatur dalam UUD1945 Pasal 31 ayat
1 dan 2. Selain itu diatur dalam UU no 2 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU SPN) Pasal 5. Dan dalam PP No 72 tahun 1991 tentang PLB
bab III pasal 3 ayat 3.
5. Landasan sosial ekonomi
Biaya pemeliharaan anak luar biasa memang besar , biaya pendidikannya bahkan jauh lebih besar yang dikeluarkan bagi anak normal.
6. Landasan Martabat Bangsa
Pemeliharaan dan pendidikan anak tunagrahita juga menjadi
ukuran martabat bangsa. Maju dan tinggi peradapannya cenderung
memberikan pemeliharaan dan pendidikan yang lebih baik kepada warganya
yag lemah.
c. Landasan sebagai cara mengamalkan (melaksanakan) ortopedagogik anak tunagrahita.
1. Perbedaan Individual
Pendidikan Anak Tunagrahita hendaknya dilakukan dengan
mengindahkan perbedaan individual sepenuhnya ( perbedaan inter dan intra
individual).
2. Persamaan dengan Anak Normal
Adanya pengelompokkan anak-anak menjadi anak normal dan
berkelainan termasuk anak tunagrahita mudah sekali menyesatkan, yaitu
terlalu memperhatikan anak tuna dengan anak normal.
3. Keterampilan praktis
Pada anak tunagrahita perlu ditekankan. Banyak diantara
mereka tidak akan melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi. Mereka
beranggapan tingkat pendidikan dasar merupakan sekolah yang terakhir
sebelum masuk ke dunia kerja.
4. Rasional dan Wajar
Usaha memberikan perhatian kepada anak tunagrahita
adakalanya berubah menjadi memanjakan. Karena itu tetaplah berlaku
rasional dan wajar menangani anak tuna grahita khususnya dalam
melaksanakan pendidikannya.
2. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita
a. Tujuan umum pendidikan anak tunagrahita
Dalam UU Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistim
Pendidikan Nasional bab 2 pasal 4 tercantum pendidikan nasional sebagai
berikut :
“pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab
kemsyarakatan dan kebangsaan.
b. Tujuan Khusus Pendidikan Luar Biasa
1. Dalam PP 72/1991 Bab 2 pasal 2 disebutkan tujuan pendidikan luar biasa:
Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik
yang menyandang kelainan fisik dan atau mental agar mampu mengembangkan
sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat dalam mengadakan hubungan timbalbalik dengan lingkungan
social budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam
dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.
2. Selanjutnya tujuan khusus pendidikan anak tuna grahita mencakup:
a. Dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya.
Adapun maksud mengembangkan potensi saja, tetapi juga mengembangkannya
sehingga menjadi kecakapan yang berarti.
b. Dapat Menolong Diri, Berdiri Sendiri dan Berguna Bagi Masyarakat.
Yang dimaksud dengan menolong diri ialah berbuat untuk kepentingan sendiri.
Yang dimaksud dengan berdiri sendiri ialah mandiri secara
ekonomi dan mandiri secara kesusilaan, Memiliki Kehidupan Lahir Batin
yang layak.
IDENTIFIKASI KESULITAN BELAJAR ANAK TUNAGRAHITA
Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan
mental, jauh di bawah rata- rata. Gejalanya tak hanya sulit
berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini
karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak
seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung,
asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.
Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak
idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita
terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang
digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelejensi yang
terlambat.
Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai berikut:
- Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
- Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
- Perkembangan bicara/bahasa terlambat,
- Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
- Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
- Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
Ada beberapa klasifikasi anak Tunagrahita yang di ukur melalui IQ:
1) Tunagrahita Ringan (IQ 51-70)
Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak
kelebihan dan kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya,
membaca, menulis, berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan.
Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi
fisik mereka tidak begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya
apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan
ekstra.
2) Tunagrahita Sedang (IQ 36-51)
Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita
sedang pun mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak
begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika
ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka
dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula
dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan
dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.
3) Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20)
Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan
sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan
yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi
berlindung dair bahaya. Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak Idiot
tepat digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam
tungrahita berat.
Kesulitan Belajar Anak Tunagrahita
Kesulitan belajar merupakan bidang yang sangat luas, dan sangat
komplek untuk dipelajari, karena menyangkut sekurang-kurangnya aspek
psikologis, neurologis, pendidikan dan aspek kehidupan sosial anak dalam
keluarga/ masyarakat. Setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang yang
berebeda dalam memahami dan menjelaskan fenomena kesulitan belajar yang
dialami oleh seorang anak. Anak berkesulitan belajar adalah anak yang
memiliki gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup
pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut
mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna
dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis,mengeja atau
menghitung. Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti gangguan
perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan.
Ketika seorang anak belajar memerlukan kemampuan dalam beberapa aspek yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik, kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive prcsess) dan perhatian (attention).Kemampuan-kemampuan
tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami
hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami
gangguan. Apabila ada seorang anak yang mengalami kesulitan pada keempat
aspek seperti itu ada kemungkinan anak tersebut mengalai kesulitan
belajar yang bersifat internal (learning disability)
Berikut adalah contoh beberapa kesulitan belajar yang dialami oleh anak Tunagrahita yaitu:
1) Kesulitan Membaca
Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia).
Ada nama-nama lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu
corrective readers dan remedial readers, (Hallahan, Kauffman, and Lloyd,
1985 : 202).
Membaca mengandung beberapa pengertian. Di dalam Karnus Besar
Bahasa Indonesia, membaca diartikan (1) melihat dan memahami isi dari
apa yang tertulis (dengan melisankan atau dalam hati). (2) mengeja atau
melafalkan apa yang tertulis. Hal itu menunjukkan bahwa untuk dapat
membaca diperlukan adanya keterarnpilan khusus, yang dalam konteks ini
adalah mengeja dan melafalkan apa yang tertulis. Dalam belajar membaca,
anak harus terampil dalam mempersepsi bunyi fonem, morfem, sematik dan
sintaksis. Ini biasa mdisebut dengan kemampuan berbahasa/
linguistik. Anak yang mempunyai kesadaran linguistik dengan baik, tidak
akan mengalami kesulitan dalam belajar membaca.
Pada umumnya anak Tunagrahita memiliki kemampuan yang kurang dalam hal mengingat (memory)yang merupakan
suatu kesulitan kronis yang diduga bersumber dari neurologis (syaraf) ,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca anak Tunagrahita
dipengaruhi oleh Aspek Persepsi dan Aspek Memory yang merupakan proses mental yang terletak di otak . Persepsi diperlukan
dalam belajar utuk menganalisis informasi yang diterima. Misalnya,
seorang anak diperlihatkan bentuk /h/ dan /n/. atau angka /6/ dengan
/9/. Anak yang persepsi penglihatannya baik, akan dapat membedakannya.
Sedangkan anak yang mengalami ganguan persepsi akan sangat sulit untuk
menemukan karakter yang membedakan kedua bentuk tersebut. Dapat
dibayangkan betapa sulitnya bagi seorang anak yang mengalami hambatan
seperti ini untuk belajar membaca. Mengingat (memory) adalah
kemampuan untuk menyimpan informasi dan pengalaman yang pernah
dipelajari pada masa lalu dan dapat dimunculkan kembali jika diperlukan.
Kemampuan mengingat ini mempunyai dua tingkatan yaitu ingatan jangka
pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term
memory). Mengingat sesuatu, baik yang dilihat maupun yang didengar dalam
tempo yang sangat singkat, disebut ingatan jangka pendek (short term
memory). Belajar sangat erat hubungannya dengan ingatan jangka pendek.
Anak yang mengalami kesulitan dalam ingatan jangka pendek akan sangat
sulit untuk menyimpan informasi atau pengalaman belajar dalam ingatan
jangka panjang.
Kesulitan membaca disebabkan karena kompetensi dasar membaca belum tercapai dengan baik yaitu:
Kesulitan membaca disebabkan karena kompetensi dasar membaca belum tercapai dengan baik yaitu:
a. Mengenal huruf,
b. Menggabungkan dua huruf menjadi suku kata (peleburan bunyi),
c. Menggabungkan suku kata menjadi kata atau kesulitan dalam menyusun kata dalam kalimat.
Ada beberapa metode membaca untuk anak Tunagrahita:
a) Metode Fonik
Menekankan pada pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi
huruf. Pada mulanya anak di ajak mengenal bunyi huruf, kemudian menjadi
suku kata dan kata. Mengenalkan huruf mengaitkan huruf depan dengan
berbagai nama yang sudah dikenal anak. Misal: B……… K………
b) Metode Linguistik
Metode ini didasarkan atas pandangan bahwa membaca ialah suatu
proses memecahkan kode atau sandi yang berbentuk tulisan menjadi bunyi
yang sesuai. Metode ini menyajikan kepada anak suatu kata yang terdiri
dari konsonan- vocal / vocal- konsonan. Suku kata menjadi kata.
Misal : bu – ku Þ buku
c) Metode SAS ( Struktural Analisis Sintetik)
Mengajar membaca dengan mengenalkan kalimat dipisah menjadi kata- suku kata – huruf – suku kata – kata – kata – kalimat.
Misal:
ini ibu budi
ini – ibi – budi
i – ni i – bu bu – di
i – n – i i – b – u b – u – d – i
i – ni i – bu bu – di
ini – ibi – budi
ini ibu budi
d) Metode Fernald ( VAKT ) = Visual Auditory Kinestetic Taktic
Mencoba menulusuri huruf yang dibentuk dengan gerakan telunjuk di
udara, kemudian anak membacanya, diulang beberapa kali, sehingga anak
bisa membacanya dengan baik.
e) Metode Gilingham
Diajarkan beberapa huruf dan perpaduan huruf, kemudian menebalkan
titik – titik huruf / kata yang telah diajarkan, biasanya lebih sering
kata benda yang ada di lingkungan anak dan dimengerti anak, sambil
menebalkan anak membaca huruf / kata apa yang sedang dia tebalkan.
f) Metode Analisis Gelas.
Anak menyimak gambar peraga yang diperlihatkan. Mengidentifikasi
kata lalu mengucapkan kata dengan bunyi kelompok. Misal : B a j u ,
dibaca b a – j u B u k u , dibaca b u – k u
Setelah anak mengulang beberapa kali , tulisan huruf yang tadi
disebutkan, kemudian coba tutup sebagian atau salah satu huruf, sampai
anak ingat betul.
Kesulitan Menulis
Anak Tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengingat abjad,huruf
atau simbol sehingga mereka cenderung sulit untuk membaca tulisan,kata,
bahkan kalimat. Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia
(dysgraphia). (Jordon dikutip oleh Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985
: 237). Kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga
afgrafia. Pada dasarnya disgrafia menunjuk pada adanya ketidakkemampuan
mengingat cara membuat huruf atau simbol – simbol matematika yang
biasanya dikaitkan dengan kesulitan membaca atau disleksia.
Ada beberapa aspek yang menyebabkan anak Tunagrahita berkesulitan dalam belajar menulis yakni :
a. Memegang pensil (Psikomotorik)
1. Sudut pensil terlalu besar
2. Sudut pensil terlalu kecil
3. Menggenggam pensil seperti mau meninju
4. Menyangkutkan pensil di tangan atau menyeret pensil. Jenis
memegang pensil seperti ini yakni termasuk ciri – ciri bagi anak kidal.
b. Mengenal huruf
Anak Tunagrahita sulit dalam mengenal huruf, apabila sudah di
acak-acak letaknya. Sehingga untuk menuliskan huruf-huruf dengan rapi
dan benar juga kesulitan. Dengan demikian maka Daya Ingat (Memory) anak Tunagrahita sangat lemah, sehingga perlu pelayanan khusus dalam pembelajaran.
c. Menulis ekspresif.
Yakni mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam suatu bentuk
tulisan. Sehingga dapat dipahami oleh orang lain yang sebahasa, menulis
ekspresif disebut juga mengarang atau komposisi.
3) Kesulitan Berhitung Matematika
Keterampilan proses kognitif dasar sangat erat kaitannya dengan
keterampilan belajar matematika. Anak yang telah memiliki keterampilan
proses kognitif dasar akan lebih mudah untuk belajar matematika, dan
sebaliknya. Keterampilan kognitif dasar meliputi: keterampilan dalam
mengelompokkan objek menurut atribut tertentu, keterampilan mengurutkan
objek menurut besar/kecil atau panjang pendek, korespondensi, dan
kemampuan dalam konservasi.
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (discalculis)
(Lerner, 1988 : 430). Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis, yang
memandang adanya keterkaitan dengan saraf pusat.
Dalam pembelajaran matematika di lapangan, anak tunagrahita banyak
mengalami hambatan yang dapat dilihat dari beberapa aspek seperti:
a) Membilang : anak
tunagrahita sulit untuk menyebutkan bilangan secara berurutan, seperti
dari bilangan 9 sampai ke 12, dan dari bilangan 15 sampai ke 17, ada
yang lancar dari 1 sampai 19 akan tetapi bilangan 20 tidak disebut
tetapi kembali kebilangan 10.
b) Mengoperasikan Penjumlahan,pengurangan,perkalian,pembagian
c) Memecahkan masalah Matematika
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa anak Tunagrahita ketika belajar mengalami beberapa kesulitan yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik, kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive prcsess) dan perhatian (attention).Kemampuan-kemampuan
tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami
hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami
gangguan.
CARA MENDIDIK DAN MENGAJAR ANAK TUNAGRAHITA SERTA KARAKTERISTIKNYA
Pendidikan khusus sebagai salah satu bentuk pendidikan yang
khusus di peruntukan bagi mereka yang mengalami hambatan dalam
belajarnya, secara sadar terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan
pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Menyadari bahwa Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK ) adalah individu
yang unik. Keunikan ini mengandung pengertian bahwa ABK mempunyai
sifat-sifat khusus atau karakteristik yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya, baik dalam segi kemampuan, bakat, minat maupun gaya
belajarnya.
Mendidik siswa di sekolah luar biasa tidak sama dengan mendidik
siswa di sekolah umum. Yang perlu dipahami oleh pendidik yang memiliki
siswa tunagrahita antara adalah guru harus mehami karakter anak
tunagrahita yang memiliki keunikan tersendiri yaitu bersifat pelupa,
susah memahami perintah yang kompleks, perhatian mudah terganggu, dan
susah memahami hal-hal yang kompleks. Oleh karena itu guru siswa
tunagrahita harus sabar, penyayang, mengajar dengan kata-kata sederhana
dan gambar yang nyata.
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita
dan tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped,
Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa.
Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari
anak normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik, intelektual, sosial,
emosi dan atau gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan
layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau
keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal,
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi,
maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan khusus.
Pengertian Tunagrahita menurut American Asociation on Mental
Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20) sebagai berikut: yang meliputi
fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke
bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun; yang
menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan pengertian
Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22)
dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban,
yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.Kekurangan dalam
perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa
konsepsi hingga usia 18 tahun. Pengklasifikasian/penggolongan Anak
Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on
Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p. 100)
sebagai berikut:
EDUCABLE : Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam
akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.
2.2 SEBAB-SEBAB KETUNAAN
Menurut penyelidikan para ahli (tunagrahita) dapat terjadi :
1. Prenatal (sebelum lahir)
Yaitu terjadi pada waktu bayi masih ada dalam kandungan,
penyebabnya seperti : campak, diabetes, cacar, virus tokso, juga ibu
hamil yang kekurangan gizi, pemakai obat-obatan (naza) dan juga perokok
berat.
2. Natal (waktu lahir)
Proses melahirkan yang sudah, terlalu lama, dapat mengakibatkan
kekurangan oksigen pada bayi, juga tulang panggul ibu yang terlalu
kecil. Dapat menyebabkan otak terjepit dan menimbulkan pendarahan pada
otak (anoxia), juga proses melahirkan yang menggunakan alat bantu
(penjepit, tang).
3. Pos Natal ( Sesudah Lahir)
Pertumbuhan bayi yang kurang baik seperti gizi buruk, busung lapar,
demam tinggi yang disertai kejang-kejang, kecelakaan, radang selaput
otak (meningitis) dapat menyebabkan seorang anak menjadi ketunaan
(tunagrahita).
2.3 PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 bahwa setiap warga
negara berhak untuk mendapatkan pengajaran. Demikian halnya dengan anak
tunagrahita berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sekolah-sekolah untuk
melayani pendidikan anak luarbiasa (tunagrahita) yaitu Sekolah Luar
Biasa (SLB) atau sekolah berkebutuhan khusus.
1. Sekolah untuk anak luar biasa terdiri dari :
a. SLB – A untuk anak Tunanetra
b. SLB – B untuk anak Tunarungu
c. SLB – C untuk anak Tunagrahita
d. SLB – D untuk anak Tunadaksa
e. SLB – E untuk anak Tunalaras
f. SLB – F untuk anak Berbakat
g. SLB – G untuk anak cacat ganda
2. Sekolah Luar Biasa untuk anak tunagrahita dibedakan menjadi :
a. SLB – C untuk Tunagrahita ringan
b. SLB – C untuk Tunagrahita sedang
3. Untuk Tunagrahita berat biasanya berbentuk panti plus asramanya.
2.4 KURIKULUM
Dalam memberikan layanan pendidikan tidak terlepas dari yang
namanya kurikulum. Kurikulum sebagai pedoman bagi sekolah. Kepala
sekolah dan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kurikulum untuk Sekolah
Luar Biasa disesuaikan dengan jenis dan tingkat ketunaannya, mulai dari
tingkat TKLB sampai dengan SMALB. Kurikulum yang sekarang ini digunakan
yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004. Selain mempelajari mata
pelajaran umum, ada juga mata pelajaran ke khususan, untuk anak
tunagrahita yaitu mata pelajaran “Bina Diri” didalamnya mencakup:
1. Mengurus diri
2. Menolong diri
3. Komunikasi dan Sosialisasi.
2.5 CIRI-CIRI KHUSUS PADA MASA PERKEMBANGANNYA
a. Masa Bayi
Para ahli mengemukakan bahwa tunagrahita adalah tampak mengantuk
saja , apatis tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus
menerus, terlambat duduk, bicara dan berjalan.
b. Masa Kanak-kanak
Ciri ciri klinis seperti mongoloid, kepala besar, dan kepala kecil.
Tetapi anak tunagrahita ringan ( yang lambat ) memperlihatkan ciri-ciri
sukar mulai dengan sesuatu. Mengerjakan sesuatu dengan berulang-ulang
tetapi tidak ada variasi, tampak penglihatannya kosong, melamun,
ekspresi muka tanpa ada pengertian.
c. Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan
remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan
berfikir dan kepribadian berada di bawah usianya. Akibatnya ia mengalami
kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri.
Cara mendidik Anak Tuna Grahita di Sekolah
Keterbatasan kecerdasan yang di miliki anak tunagrahuta menjadi
kendala utama dalam belajar. Mereka tidak mampu berkompetisi dalam
belajar dengan temannya yang normal sehingga mereka seringkali menjadi
bahan olok-olok sebagai anak yang bodoh di kelas.
Materi pembelajaran bagi anak tunagrahita harus di rinci dan
sedapat mungkin di mulai dari hal-hal konkrit, mengingat mereka
mengalami keterbatasan dalam berfikir abstrak. Walaupun demikian materi
yang bersifat akademik tetap di berikan sampai mereka memperlihatkan
ketidak mampuannya. Sebaliknya materi pelajaran keterampilan memiliki
bobot yang tinggi karena melalui materi ini di harapkan mereka dapat
memiliki suatu keterampilan sebagai bekal hidupnya.
Dan materi pelajaran bina diri bagi anak tunagrahita harus
diprogamkan secara rinci dan mendapat bobot yang tinggi pula karena
tidak dapat mempelajari hal itu hanya melalui pengamatan seperti yang di
lakukan anak normal.
Strategi pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran anak
tunagrahita adalah strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
dimana mereka belajar bersama-sama dalam satu kelas tetapi kedalaman dan
keluasan materi, pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda di
sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik. Namun
demikian dapat pula menggunakan strategi lainnya seperti strategi
kooperatif, dan strategi modifikasi tingkah laku. Metode mengajar
hendaknya harus dipilih agar anak belajar dengan melakukan karena dengan
praktek rangsangan yang di peroleh melalui motorik akan cepat di pusat
berpikir dan tidak mudah di lupakan.
Alat/media yang di gunakan dalam pembelajaran anak tunagrahita
harus memperhatikan beberapa criteria, seperti : anak memiliki tanggapan
tentang yang di pelajarinya, tidak mudah rusak, tidak berbahaya, tidak
abstrak, dapat di gunakan anak, dan mudah di peroleh.
Evaluasi belajar dalam pembelajaran anak tunagrahita harus
dilakukan setelah mempelajari salah satu bagian kecil dalam materi
pembelajarannya, dan setelah itu barulah kita pindah pada materi
berikutnya. Alat evaluasi sebaiknya berbentuk kinerja dan hasilnya pun
diolah secara kualitatif. Sedangkan penilaian kuantitatif di buat
apabila dibutuhkan namun didampingi dengan uraian singkat ( bersifat
deskriptif )
PENDIDIKAN INKLUSI (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus)
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia
umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi,
diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang
berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan
hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk
berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait
dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain.
Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal)
untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
A. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
13. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
14. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
15. Autis
16. Korban Penyalahgunaan Narkoba
17. Indigo
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak penyandang cacat adalah pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.
inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
A. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
13. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
14. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
15. Autis
16. Korban Penyalahgunaan Narkoba
17. Indigo
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak penyandang cacat adalah pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.
inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
PROSES PENDIDIKAN ANAK-ANAK TUNAGRAHITA
Pendidikan merupakan suatu proses budaya untuk meningktkan harakat
dan martabat manuisa. Penyelenggaraan pendidikan di indonesia merupakan
langkah untuk mewujudkan tujuan negara yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pendidikan dikatakan sebagai proses dimana seseorang
mengmbangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya
didalam masyarakat dimana dia hidup, proses sosial dimana seseorang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah) sehingga dia memperoleh dan
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemempuan individu yang
optimum (MKDK IKIP Semrang 1991:2). Pendidikan merupakan suatu proses
sosialisasi yang senantiasa mengikuti dinamika masyarakat yang
dilaksanakan secara formal. Diharapkan melalui pendidikan para peserta
didik dan masyarakat umumya dapat mengamalkan hasil pendidikan dalam
besmasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pengertian pendidikan itu sendiri salah satunya telah dinyatakan dalam Undang-undang No.20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencna untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara akrif mengenmbangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagmaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat bansa dan negara (Sanjaya, 2008:2).
Proses pendidikan anak merupakan faktor penting yang perlu mendapat
perhatian, pendidikan merupakan suatu prooses untuk mempersiapkan anak
didik mencapai kedewasaan. Pendidikan mengandung pengertian suatu usaha
yang dilaksanakan secara teratur dan sistematis untuk mendewasakan anak
didik dengan memberikan berbagai ilmu pengetahuan, melatih berbagai
keterampilan dan penampilan tentang nilai-nilai dan sikap hidup yang
baik.
Dewasa kini pendidikan sekolah menjadi makin penting dan mencakup
ruang lingkup yang lebih luas, masyarakat modern menuntut adanya
pendidikan sekolah yang bersifat masal, untuk itu masyarakat modern
mencurahkan investasinya kepada institusi-institusi pendidikan,
pendidikan sekolah mempunyai dua aspek penting yaitu aspek individaul
dan aspek sosial. Pendidikan disatu sisi bertugas mmepengaruhi dan
menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan anak secara optimal,
dipihak lain pendidikan sekolah bertugas mendidik anak agar mengabdikan
diri pada masyrakat (Vembrianto, 1978:92).
Memberikan dan menikmati pendidikan, bukan hanya anak yang normal
saja, tetapi untuk anak yang mempunyai kekurangan pun berhak untuk
mendapat pendidikan yang layak. Karena bagaimanpun keadaan fisik dan
mental seseorang anak tetap memerlukan bimbingan untuk mendewasakan diri
dalam lingkungan masyaraakat. Anak-anak yang memiliki kekurangan fisik
diantaranya ank-anak tunagrahita dimana merekan juga membutuhkan
bimbingan dan pendidikan guna kesejahteraan hidup mereka dimasyarakat.
Anak yang mempunyai tingkat kemampuan dibawah rerata atau sering dsebut
anak tunagrahita merupkan salah satu dari sekian anak berkebutuhan
khusus. Di indonesia jumlah para penderita tunagrahita cukup banyak. Hal
itu dapat dilihat dari banak nya lembaga pendidikan yang peduli pada
anak tunagrahita. Salah satunya adalah SLB C/C1 yang berada dibawah
naungan YPAC Semarang.
SLB C/C1 YPAC Semarang merupakan salah satu sekolah luar biasa yang
ada dikota semarang yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi
anak-anak tunagrahita. SLB ini diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki
kemampuan intelektual dibawah rerata atau anak dengan skor IQ 70 ke
bawah.
Program pengajaran di SLB C/C1 tentu berbeda dengan sekolah biasa
menyesuaikan dengan kemampuan mereka. Teknik penyampaian materi dan
metode mengajar yang didunakan tenaga pengajar juga berbeda dengan
sekolah reguler. Di sekolah ini guru dituntut untk menyuseaikan dengan
kemampuan mereka yang terbatas.
Selama pendidiakn bagi ank-anak yang memiliki kekurangan fisik
maupun mental sedikit sekali mendapat perhatian dari berbagai pihak
termasuk dari pemerintah. Belum banyak masyarakat yang mengetahui
keberadaan dan fungsi dari sekolah luar biasa sebagi lembaga pendidikan
yang diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki kekurangan fisik dan
mental.
Seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknlogi maka bagi
mereka yang mempunyai kelainan juga berhak memperoleh pendidikan.
Dukungan dari masyarakat untuk menerima orang yang berkekurangan dan
partisipasi dari keluarga sangatlah diperlukan bagi perkembangan si anak
yang memiliki kelainan tersebut.
Berbicara tentang penyelenggaraan prndidikan di sekolah baik itu
sekolah untuk anak-anak normal maupun untuk anak-anak yang menyandang
cacat, tentu tidak terlepasa dari peran serta guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran siswa yang diwujudkan dalam bentuk interaksi belajar
mengajar, baik antara pendidik dengan pendidika lainnya, pendidik
dengan peserta didik, maupun pdeserta didik dengan peserta didik dan
lingkungannya. Dalam menyelenggarakan pembelajaran formal, pendidik
berpedoman pada rencana dan pengaturan tentang pendidikan, yang
berkesuluruhannya dikemas dalam bentk kurikulum.
Model Pelayanan Pendidikan Untuk Anak Tunagrahita
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada :
Kelas Transisi.
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah regler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1
Pendidikan Terpadu.
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
Program Sekolah di Rumah.
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan Inklusif.
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.
Panti (Griya) Rehabilitasi.
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam pati ini terbatas dala hal:
1. Pengenalan diri
2. Sensori motor dan persepsi
3. Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain)
4. Kemampuan berbahasa dan komunikasi
5. Bina diri dan kemampuan sosial.
Kelas Transisi.
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah regler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1
Pendidikan Terpadu.
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
Program Sekolah di Rumah.
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan Inklusif.
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.
Panti (Griya) Rehabilitasi.
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam pati ini terbatas dala hal:
1. Pengenalan diri
2. Sensori motor dan persepsi
3. Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain)
4. Kemampuan berbahasa dan komunikasi
5. Bina diri dan kemampuan sosial.
Mengenal Autis dan Tuna Grahita
Banyak diantar kita yang rancu membedakan antara autis dan tuna
grahita. Tulisan ringkas ini mungkin bisa menambah informasi kita untuk
lebih memahami dua hal tersebut, walaupun gejala-gejala yang diderita
oleh anak autis dan tuna grahita memiliki kemiripan.
Autisme diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun. Autisme empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan.
Tanda – tanda Autisme
Penyebab Autisme
Penyebab Autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR (Mumps, Measles dan Rubella )bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder.
Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini berdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autisme, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.
Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna berarti merugi. dan rahita berarti pikiran. Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku. Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut: EDUCABLE Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.
Untuk terapi autis, dikenal ada 4 metode terapi:
Autisme diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun. Autisme empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan.
- Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari
- Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata
- Mata yang tidak jernih atau tidak bersinar
- Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain
- Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan)
- Serasa dia punya dunianya sendiri
- Tidak suka berbicara dengan orang lain
- Tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain
Penyebab Autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR (Mumps, Measles dan Rubella )bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder.
Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini berdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autisme, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.
Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna berarti merugi. dan rahita berarti pikiran. Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
- Lemah fikiran ( feeble-minded)
- Terbelakang mental (Mentally Retarded)
- Bodoh atau dungu (Idiot)
- Pandir (Imbecile)
- Tolol (moron)
- Oligofrenia (Oligophrenia)
- Mampu Didik (Educable)
- Mampu Latih (Trainable)
- Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat
- Mental Subnormal
- Defisit Mental
- Defisit Kognitif
- Cacat Mental
- Defisiensi Mental
- Gangguan Intelektual
Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku. Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut: EDUCABLE Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.
Untuk terapi autis, dikenal ada 4 metode terapi:
- Terapi Perilaku
- Terapi Wicara
- Terapi Biomedik
- Terapi Integrasi sensoris
Tunagrahita, Sebuah Gangguan Intelegensia
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan
pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK
antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan
kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar
biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki,
ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka
memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus
biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan
kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B
untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk
tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat
ganda.
Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
Tunagrahita adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
Lemah pikiran (Feeble Minded)
Terbelakang mental (Mentally Retarded)
Bodoh atau dungu (Idiot)
Pandir (Imbecile)
Tolol (Moron)
Oligofrenia (Oligophrenia)
Mampu Didik (Educable)
Mampu Latih (Trainable)
Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat
Mental Subnormal
Defisit Mental
Defisit Kognitif
Cacat Mental
Defisiensi Mental
Gangguan Intelektual
Pengertian Tunagrahita menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20) sebagai berikut: yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun; yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
Tunagrahita adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
Lemah pikiran (Feeble Minded)
Terbelakang mental (Mentally Retarded)
Bodoh atau dungu (Idiot)
Pandir (Imbecile)
Tolol (Moron)
Oligofrenia (Oligophrenia)
Mampu Didik (Educable)
Mampu Latih (Trainable)
Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat
Mental Subnormal
Defisit Mental
Defisit Kognitif
Cacat Mental
Defisiensi Mental
Gangguan Intelektual
Pengertian Tunagrahita menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20) sebagai berikut: yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun; yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk
tunagrahita ialah sebutan untuk anak denganhendaya atau penurunan kemampuan ayau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas.
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.
Namun, tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih banyak pada kemampuan daya tangkap yang kurang. Secara global pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang maksimal.
Definisi, Klasifikasi, Penyebab dan Cara Pencegahan Tunagrahita
Karakteristik Anak Tunagrahita
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.
Namun, tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih banyak pada kemampuan daya tangkap yang kurang. Secara global pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang maksimal.
Definisi, Klasifikasi, Penyebab dan Cara Pencegahan Tunagrahita
- Berbagai istilah yang dikemukakan mengenai tunagrahita, selalu menunjuk pada keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum berada di bawah usia kronologisnya secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.
- Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga hal berikut, yaitu: keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum di bawah rata-rata, disertai ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan terjadi selama periode perkembangan (sampai usia 18 tahun).
- Ketunagrahitaan dapat disebabkan oleh faktor keturunan dan bukan keturunan. Faktor keturunan kerusakannya pada sel keturunan seperti kerusakan kromosom, gen, dan salah satu atau kedua orangtua menderita kelainan atau hanya sebagai pembawa sifat. Faktor di luar sel keturunan, di antaranya karena faktor kekurangan gizi, kecelakaan (trauma kepala) , dan gangguan metabolisme.
- Alternatif pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya: mengadakan penyuluhan genetik, pemeriksaan kesehatan terutama pada saat ibu hamil, sanitasi lingkungan, imunisasi, intervensi dini, dan sebagainya.
- Untuk memudahkan dalam memberikan layanan pendidikan, anak tunagrahita diklasifikasi-kan: tunagrahita ringan (mild mental retardation), tunagrahita sedang (moderate mental retardation), tunagrahita berat (severe mental retardation), dan tunagrahita sangat berat (profound mental retardation).
Karakteristik Anak Tunagrahita
- Secara umum karakteristik anak tunagrahita ditinjau dari segi akademik, sosial/emosional, fisik/kesehatan. Di samping perlu pula ditinjau berat dan ringannya ketunagrahitaan, sehingga perlu dibahas karakterirtik tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat dan sangat berat.
- Pemahaman karakteristik sangat penting karena dapat menentukan layanan pendidikan bagi tiap jenis anak tunagrahita. Misalnya materi pelajaran bagi anak tunagrahita ringan lebih tinggi jika dibandingkan dengan materi pelajaran bagi anak tunagrahita sedang, berat, dan sangat berat.