Pengertian difabel, disabel (
disable ) / disabilitas.
Asal kata difabel tidak berasal dari
bahasa Indonesia, melainkan akronim / singkatan dari beberapa kata bahasa
Inggris, yaitu : different abilities people yang berarti orang-orang dengan
kemampuan yang berbeda. Kata difabel (baca : cacat) pertamakali diusulkan pada
tahun 1996 oleh almarhum Dr. Mansour Fakih, beliau adalah seorang akademisi dan
aktivis gerakan sosial serta pendiri organisasi dari banyak komunitas di
Indonesia, INSIST di kota Yogyakarta. Difabel, kata ini lahir setelah Dr.
Mansour Fakih berdiskusi dengan Drs. Setia Adi Purwanta, M.Pd, seorang penyandang
tuna netra dan pendidik dengan metode inklusi.
Disabel atau kata aslinya disable
berasal dari bahasa Inggris, yaitu dis : tidak, able : bisa, mampu, sanggup.
Jadi disable berarti : tidak bisa, tidak mampu, tidak sanggup, cacat, lumpuh, kata
disable diucapkan menjadi kata disabel, lalu dibahasa Indonesiakan menjadi
disabilitas yang berarti : penyandang cacat fisik.
Terminologi
kecacatan jika merujuk kepada literatur Eropa ada 3 kata yang masing-masing memiliki
pengertian yang berbeda, namun di Indonesia hanya ada 1 kata, yaitu cacat, dan
orangnya disebut penyandang cacat. 3 kata tersebut adalah : impairments,
disabilities, dan handicaps yang memiliki makna sebagai berikut :
1.
Impairment, artinya kehilangan atau ketiadaan salah satu anggota tubuh, baik
secara psikologis atau fisiologis secara fungsional, sejak lahir maupun karena
penyakit tertentu atau karena kecelakaan. Misalnya seorang yang buta atau tuli.
2.
Disability, merujuk pada keterbatasan kemampuan
dalam mengerjakan tugas kesehariannya. Misalnya sibuta tak mampu menambah
pengetahuan karena tak punya akses untuk mempelajari huruf Braille, baik
untuk untuk menulis ataupun membaca.
3.
Handicap,
yaitu ketidakberuntungan seseorang dalam menjalankan fungsi sosial
akibat tatanan sosial dimana ia berada tidak memberinya kesempatan, baik di
dalam lingkungan keluarga ataupun masyarakat. Misalnya karena ia tuli tidak
bisa masuk ke sekolah seni suara.
Hari
penyandang cacat sedunia diperingati setiap tanggal 3 Desember. Menurut UU no.4
tahun 1997 Pasal 1 ayat 1 tentang penyandang cacat. Penyandang cacat adalah setiap
orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya yang
terdiri dari : a. Penyandang cacat fisik; b. Penyandang cacat mental; c.
Penyandang cacat fisik dan mental.
Penggunan kata difabel juga harus dilihat dari proses bagaimana kata itu diciptakan. Kata difabel muncul sebagai bentuk protes / perlawanan ideologis dari golongan yang menyandang masalah tersebut. Orang – orang difabel selama ini dianggap sebagai kelompok minoritas yang tidak diberi ruang dan kesempatan untuk menentukan semua hal tentang dirinya sendiri. Masyarakat non difabel dan pemerintahlah yang berperan lebih dominan. Dominasi tersebut juga dalam penggunaan kata cacat yang selama ini dianggap kurang nyaman digunakan dan ditujukan untuk mereka yang memiliki kekurangan / kelainan fisik maupun mental yang berdampak negatif secara psikologis terhadap orang-orang yang menyandangnya. Meski kata difabel sudah mulai banyak digunakan namun belum diakui secara resmi oleh pemerintah. Akhirnya pada tanggal 13 Maret 2010 Pemerintah melalui Kementrian Sosial menyeleggarakan lokakarya untuk menyepakati penggunaan istilah penyandang disabilitas sebagai pengganti kata penyandang cacat. Lokakarya ini diselenggarakan di Bandung yang diikuti 26 peserta, dengan 7 peserta dari perwakilan difabel. Kesepakatan penggunaan istilah Penyandang Disabilitas didasarkan 15 alasan, yaitu:
- Mendeskripsikan secara jelas subyek yang dimaksud dengan istilah.
- Mendeskripsikan fakta nyata.
- Tidak mengandung unsur negatif
- Menumbuhkan semangat pemberdayaan.
- Memberikan inspirasi hal-hal positif.
- Istilah belum digunakan pihak lain mencgah kerancuan istilah.
- Memperhatikan ragam pemakai dan ragam pemakaian.
- Dapat diserap dan dimengerti oleh pelbagai kalangan secara tepat.
- Bersifat representatif untuk kepentingan reatifikasi konvensi.
- Mempertimbangkan keselarasan istilah dengan istilah Internasional.
- Memperhatikan prespktif linguistik.
- Sesuai prinsip-prinsip hak azasi manusia.
- Bukan istilah yang mengandung kekerasan bahasa atau mengandung unsur pemanis.
- Menggambarkan adanya hak perlakuan khusus.
- Memperhatikan dinamika perkembangan masyarakat.
Penggunaan
kata penyandang disabilitas layak untuk dikaji ulang karena asal pengambilan katanya dari luar
Indonesia. Kata difabel juga masih mungkin untuk tidak bisa dianggap sempurna
untuk mengganti istilah penyandang cacat. Namun kata tersebut adalah sebagai
bentuk ungkapan dari kelompok masyarakat yang selama ini disebut cacat untuk
bersuara bahwa mereka juga memiliki hak yang sama dengan orang-orang normal
lainnya untuk bisa menikmati dan menjalani kehidupan secara layak dan
diperlakukan sama / setara dengan anggota masyarakat lainnya. Mereka memilih kata
difabel karena kata cacat dianggap negatif dan sudah tidak memihak pada hak
mereka. Kita hanya bisa berharap apapun jenis kata atau istilah yang akan dipakai
secara resmi nantinya, kata itu bisa mewakili dengan bijak untuk kelompok
masyarakat yang tadinya dianggap terminoritaskan menjadi kelompok masyarakat
yang dianggap sejajar / setara untuk bisa dianggap sebagai orang-orang yang
bisa memperoleh hak dan kewajibannya, sama seperti masyarakat lain pada
umumnya. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk membuka cakrawala pemikiran
dan menambah pengetahuan dan wawasan kita semua. Amin.
Source :
- cakfu.info/2010/08/difabel-sebuah-simbol-perlawanan-idiologis/
- https://lifesupportalchemist.wordpress.com/difabel-dan-pendidikan/
- https://abajakarta.wordpress.com/2013/05/18/bahasa-difabel-difabel-ataukah-disable/
- http://cintadifabel.indonesiaz.com
- www.kompasiana.com/ishak-salim/memperbincangkan-diskursus-sifabel-di-indonesia_552a97346ea8341a51552d30
- UUD 1945.