Senin, 14 Desember 2015

Dunia Tuna Grahita

      Tuna grahita membutuhkan pengajaran yang lebih atau ekstra dibanding anak- anak normal lainnya. Ada sekolah khusus yang biasa disebut SLB (Sekolah Luar Biasa). Biasanya anak Tunagrahita tersebut di tes terlebih dahulu agar dapat di ketahui klasifiksi termasuk Tunagrahita ringan, sedang, ataupun berat. Sehingga akan mendapatkan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhannya. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan (fisik, mental- intelektual, sosial, emosional) dalam proses perkembangannya dibandingkan dengan anak- anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

 Proses pembelajaran untuk anak tunagrahita harus dilakukan secara intensif karena mereka sangat memerlukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan mereka. Secara umum keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa komponen. Komponen tersebut dapat berasal dari guru, siswa, sarana prasarana, kurikulum, dan lain- lain. Komponen- komponen ini akan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Guru tanpa siswa tidak akan terjadi proses pembelajaran, demikian juga siswa tanpa komponen yang lain tidak mungkin terjadi proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan bagian yang paling pokok dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Pembelajaran adalah interaksi timbal balik antara siwa dengan guru dan antar sesama dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima.

Kajian teori dalam proses pembelajaran :
a. Teori Motivasi
Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar- mengajar. Dan memberikan reward kepada siswa yang berbakat.
b. Teori Belajar dan Tingkah Laku
Dalam kegiatan belajar- mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah.
c. Teori Kognitif
Sesuatu yang dipelajari siswa tergantung pada apa yang diketahui dari masing- masing siswa dan bagaimana informasi baru diproses.


Sejarah Pendidikan Anak Tunagrahita

A.      Sejarah Pendidikan Anak Tunagrahita
1.      Sejarah Umum pendidikan Anak Tunagrahita
Sejarah ortopedagogik (pendidikan) anak tunagrahita merupakan sebagian sejarah dari pendidikana anak-anak berkelainan pada umumnya, baik yang berkelainan jasmani maupun rohani/mental.
Di Eropa, perkembangan pendidikan anak berkelainan termasuk anak tuna grahit dalam geris besarnya telah menjalani 3 periode ( Frampton and Gall,1955:4) :
a.      Periode Zaman Primitif dan Purbakala (1950 SM – 476 M)
b.      Zaman Pertengahan (500-1500M)
c.       Zaman Modern (1500M-sekarang)
a.      Zaman primitive, Purbakala, dan Abad pertengahan
Pada zaman prasejarah merka dipandang tak ubahnya dengan “hewan”, dilenyapkan dari muka bumi melalui hukum “the survival of the fittest”; karena tak sanggup mengatasi kekerasan alam dan musnah.
Pada zamamn plato (427-347 SM), orang-orang Atena senang sekali memperlakukan orang cacat sebagai bahan tontonan, bahkan sering dibunuh.
Hukum Lycurgus adalah hokum yang membaharui hokum lama di Sparta delapan abad sebelum masehi.
Hukum Yunani mendorong orang-orang membantu para janda, yatim, buta, tuli, dan jompo. Dalam hokum ini orang-orang berkelainan mendapat batasan kesempatan social, orang cacat dianggap berdosa dan dijauhkan dari tempat ibadah.
            Pada abad pertengahan, sekte-sekte agama banyak yang memberikan pertolongan kepada warga yang lemah tetapi para bangsawan membuat orang cacat menjadi bahan tontonan.
b.       Zaman modern
Zaman modern ditandai semakin meluasnya usaha pemeliharaan, pendidikan dan penelitian terhadap anak berkelainan. Pada tahun 1811 Napoleon memerintahkan untuk melakukan sensus bagi penderita cacat mental(tuna grahita). Pada tahun 1816 didirikan oleh Gotthard Guggenmos yayasan yang membuka sekolah pertama untuk anak tunagrahita di Wildberg, Wurtenberg di bawah pimpinan Haldenwang. Sekolah ini ditutup pada tahun 1835 tanpa mencapai hasil yang banyak.
Negeri swiss adalah negara pertama yang memberikan pendidikan dan pengajaran anak tunagrahita
Pada tahun 1841 didirikan institut Guggenbuhl. Ia telah menciptakanprototype bagi lembaga-lembaga yang merawat tunagrahita.  Hal ini menarik minat negara lain sehingga pada abad ke 19 berdirilah berbagai institut untuk anak-anak tunagrahita di negara-negara eropa barat dan amerika.
Dokter J.M.G Itart  mendapat penghargaan dari akademi Ilmu Pengetahuan Prancis dan mendapat gelar Bapak Pendidikan anak-anak tunagrahita.
Pengalaman-pengalaman Itart tersebut ditulisnya dalam buku “anak liar dari Aveyron”. Karyanya menginspirasi Edward Seguin untuk mendirikan “sekolah” pada institut Bicetre di Paris pada tahun 1837 dan berhasil dengan baik.
Seguin mempunyai pandangan yang sifatnya medis dan melahirkan teori pendidikan yang dikenal dengan physiological training. Menurut Teori ini, pendidikan anak tunagrahita harus  menitik beratkan: latihan otot, koordinasi mata dengan tangan, pendengaran, suara, danperhatian dan kemudian maju kepada perkembangan gagasan yang umum pada akhirnya kepada berpikir abstrak dan asas-asas moralitas. Teori ini banyak dikritik orang karena bersifat mekanistis
Pada tahun 1848 Seguin pindah ke Amerika Serikat untuk memimpin berbagai lembaga anak tuna grahita dan menjadi peletak dasar studi anak-anak tunagrahita di zaman modern. Lembaga pendidikan anak tunagrahita yang pertama di Amerika serikat didirikan di Massachussetts pada tahun 1848.
Pada akhir abad ke 19 bentuk layanan pendidikan bagi anak berkelainan termasuk tunagrahita dari sistem segregasi di sekolah-sekolah khusus pada munculnyakelas-kelas khusus di sekolah biasa . ini upaya untuk menghindarkan isolasi anak-anak berkelainan.
Pada pertengahan abad 20, bentuk pelayanan pendidikan khusus yang terpisah dari pendidikan anak normal dipertanyakan. Diketahui bahwa pandangan masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus mengalami perubahan dari masa kemasa. Konsep baru ini dimulai sejak tahun 1968 di Scandinavia,kemudian berkembang ke negara-negara lain.Pada tahun 1981, PBB memasyarakatkan konsep baru ini dengan mencanangkan tahun itu sebagai tahun penyandang cacat internasional.
2. Sejarah Pendidikan Anak Tuna Grahita di Indonesia
Pendidikan anak tuna grahita di Indonesia ditinjau dalam tiga fase
a.      Masa sebelum abad ke-20
b.      Masa sebelum perang dunia ke-2 dan
c.       Masa sesudah Indonesia merdeka
a.      Masa sebelum abad ke-20
Orang-orang zaman dahulu percaya pada hal-hal yang bersifat supernatural. Menurut kepercayaan ini segala sesuatu berlangsung menurut kehendak roh, kekuatan gaib, dan para dewa.
Kedatangan agama Islam dan nasrani membawa ajaran baru kepada orang Indonesia, diantaranya:
1.    Yang mengatur segala sesuatu bukan roh, kekuatan gaib, atau para dewa melainkan Tuhan Yang Maha Esa ( Alloh SWT )
2.    Setiap orang mempunyai kewajiban moral dan hendaklah menolong orang-orang yang lemah.
Pada zaman pemerintah Hindia-Belanda, Indonesia mengenal dua jenis pendidikan yaitu :
1.    Yang diselenggarakan oleh pemerintah(Sekolah Negeri)
2.    Yang diselenggarakan oleh masyarakat(Sekolah Swasta)
Pendidikan di pesantren menganut 2 ciri yang penting yaitu:
1.    Beranggapan bahwa setiap orang wajib belajar
2.    Mempergunakan tutor dalam melaksanakan prinsip individualisasi pengajaran.
Kedua prinsip pendidikan pesantern itu penting bagi Pendidikan Anak Luar Biasa, karena pada prinsip pertama dinyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat pendidikan, termasuk penyandang cacat.
b.       Masa Sebelum Perang Dunia ke-2
Pada permulaan abad ke-20, pemerintah Hidia Belanda membangun sekolah untuk anak-anak bumi putera. Selain itu juga berkembang sekolah-sekolah swasta yang diselenggarakan oleh
Perkumpulan-perkumpulan atau yayasan misalnya Sekolah Taman Siswa, sekolah-sekolah yang diselenggarakan organisasi keagamaan misalnya Sekolah Muhamadiyah, Nahdatul Ulama, Natla’ul Anwar, Al Wasiyah dsb.
Badan yang pertama mengusahakan Pendidikan Luar Biasa untuk Anak Tunagrahita di Indonesia ialah Perkumpulan Pengajaran Luar Biasa” Vereniging voor Buitengewoon Lager  Onderwijs” didirikan tanggal 31 Mei 1927 atas inisiatif dr. A. Kits Van Heiningen dan W. Akkersdijk, berkedudukan di Bandung.
Dalam anggaran dasar perkumpulan tersebut pasal 2 ( maksud dan tujuan ) :
1.      Perkumpulan bermaksud, mengusahakan dan menyelenggarakan pendidikan dan pengajarankhusus untuk anak-anak yang “Terbelakang” atau “Lemah Pikiran” yang kurang mampu atau tidak sanggup mengikuti pendidikan dan pengajaran di sekolah bioasa sebagai akibat kelambatan atau gangguan psikis di dalam perkembangan daya pikir.
Perkumpulan bertujuan, memberikan pendidikan dan pengajaran dengan kebutuhan dan kesanggupan anak-anak yang tersebut pada pasal 2 ayat a, agar mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna serta diharapkan secara ekonomis dapat berdiri sendiri.
c.        Sesudah Indonesia Merdeka
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”. Pada ayat 2 dinyatakan: Pemerintah mengusahak dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Sebagai tindaklanjutnya pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan undang-undang nomor  4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran disekolah(UU pokok pendidikan dan pengajaran nomor 12 tahun 1954). Dalam undang-undang tersebut pada bab V pasal 6 ayat 2 dinyatakan “Pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan.
Dari catatan sejarah, selama pemerintahan Hindia Belanda dan pendudukan Jepang sampai tahun 1952 belum seorangpun bangsa Indonesia yang mendapat pendidikan khusus untuk menjadi guru pendidikan bagi anak-anak cacat termasuk menjadi guru pendidikan anak tuna grahita.
Pada Tahun 1952 dengan surat keputusan nomor 24954 tertanggal 26 juli 1952. Pemerintah Republik Indonesia membuka Sekolah Guru Pengajaran Luar  (SGPLB) yang pertama di Bandung. Tamatan Sekolah Guru Pengajaran Luar Biasa (SGPLB) yang pertama ini sebagian di tempatkan di Sekolah Rakyat Latihan Luar Biasa di Bandung.. Kemudian SRLB dirubah menjadi SLB (Sekolah Luar Biasa).
Pada kondisi waktu itu SGLB membuka tiga jurusan yaitu jurusan A untuk anak tunanetra, B untuk anak tunarungu, C untuk anak tunagrahita. Kemudian berkembang menjadi SLB A untuk tunanetra, SLB B untuk tunarungu, SLB C dan C1 Untuk tuna grahita ringan dan sedang.
Penjurusan SGPLB Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa berkembang menjadi A,B,C,D,E. Jurusan D untuk anak tunadaksa dan E untuk anak tunalaras. Demikian pula dengan SLB A,B,C kemudian menjadi SLB-A,SLB-B, SLB-C, SLB-D, SLB-E dan SLB-G untuk cacat ganda.
B.      Landasan, Tujuan, dan Fungsi Pendidikan Anak Tunagrahita
1.      Landasan Pendidikan Anak Tunagrahita
Landasan ortopedagogik anak tunagrahita dapat dibagi menjadi 3 macam :
a.      Landasan sebagai alasan dapatnya ortopedagogik anak tuna grahita dibangun.
Landasan ini dibangun terdapat pada diri anak didik yang menyandang ketunagrahitaan. Manusia bersifat mendidik dan dapat di didik( homo educandum dan homo educabilies). Kedua sifat tersebut saling melengkapi. Pengalaman bahwa anak tunagrahita yang sudah dewasa ( tingkat ringan) memang memberikan pendidikan kepada anak didik. Jadi jelas ada tempat bagi ortopedagogik anak tunagrahita untuk dapat dibangun.
b.      Landasan sebagai alasan perlunya ada ortopedagogik anak tunagrahita
1.       Landasan Agama dan perikemanusiaan.
Baik agama maupun filsafat perikemanusiaan mengajarkan agar manusia berbuat baik kepada manusia dan makhluk lain, termasuk diantaranya kepada orang dan anak  yang menyandang ketunagrahitaan. Dengan itu maka lahirlah lembaga-lembaga pemeliharaan, kemudian melahirkan usaha mendidik  yang kemudian membuka jalan bagi perkembangan ilmu yang kini disebut ortopedagogik , termasuk ortopedagogik anak tunagrahita.
2.      Landasan PBB
Deklarasi PBB, 1971( tentang hak-hak anak ) menyatakan :
Bahwa anak-anak cacat fisik, mental, atau sosial, harus mendapatkan perawatan, pendidikan dan pemeliharaan secara khusus sesuai dengan kondisi kelainannya.
3.      Landasan Filsafat Negara Pancasila
Pancasila sebagai filsafat dan dasar Negara Indonesia, seperti hanya agama dan filsafat kemanusiaan, Pancasila menempatkan manusia diatas nilai-nilai kebendaan.
4.      Landasan UUD dan Hukum positif lainnya.
Pendidikan di Indonesia diatur  dalam UUD1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2. Selain itu diatur dalam UU no 2 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 5. Dan dalam PP No 72 tahun 1991 tentang  PLB bab III pasal 3 ayat 3.
5.      Landasan sosial ekonomi
Biaya pemeliharaan anak luar biasa memang besar , biaya pendidikannya bahkan jauh lebih besar yang dikeluarkan bagi anak normal.
6.      Landasan Martabat Bangsa
Pemeliharaan dan pendidikan anak tunagrahita juga menjadi ukuran martabat bangsa. Maju dan tinggi peradapannya cenderung memberikan pemeliharaan dan pendidikan yang lebih baik kepada warganya yag lemah.
c.       Landasan sebagai cara mengamalkan (melaksanakan) ortopedagogik anak tunagrahita.
1.      Perbedaan Individual
Pendidikan Anak Tunagrahita hendaknya dilakukan dengan mengindahkan perbedaan individual sepenuhnya ( perbedaan inter dan intra individual).
2.      Persamaan dengan Anak Normal
Adanya pengelompokkan  anak-anak menjadi anak normal dan berkelainan termasuk anak tunagrahita mudah sekali menyesatkan, yaitu terlalu memperhatikan anak tuna dengan anak normal.
3.      Keterampilan praktis
Pada anak tunagrahita perlu ditekankan. Banyak diantara mereka tidak akan melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi. Mereka beranggapan tingkat pendidikan dasar merupakan sekolah yang terakhir sebelum masuk ke dunia kerja.
4.      Rasional dan Wajar
Usaha memberikan perhatian kepada anak tunagrahita adakalanya berubah menjadi memanjakan. Karena itu tetaplah berlaku rasional dan wajar menangani anak tuna grahita khususnya dalam melaksanakan pendidikannya.
2.      Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita
a.      Tujuan umum pendidikan anak tunagrahita
Dalam UU Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional bab 2 pasal 4 tercantum pendidikan nasional sebagai berikut :
“pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemsyarakatan dan kebangsaan.
b.      Tujuan Khusus Pendidikan Luar Biasa
1.      Dalam PP 72/1991 Bab 2 pasal 2 disebutkan tujuan pendidikan luar biasa:
Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbalbalik dengan lingkungan social budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.
2.      Selanjutnya tujuan khusus pendidikan anak tuna grahita mencakup:
a.      Dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya. Adapun maksud mengembangkan potensi saja, tetapi juga mengembangkannya sehingga menjadi kecakapan yang berarti.
b.      Dapat Menolong Diri, Berdiri Sendiri dan Berguna Bagi Masyarakat.
Yang dimaksud dengan menolong diri ialah berbuat untuk kepentingan sendiri. 
Yang dimaksud dengan berdiri sendiri ialah mandiri secara ekonomi dan mandiri secara kesusilaan, Memiliki Kehidupan Lahir Batin yang layak.

IDENTIFIKASI KESULITAN BELAJAR ANAK TUNAGRAHITA

Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata- rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak mencukupi.
Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelejensi yang terlambat.
Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai berikut:
  1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
  2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
  3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat,
  4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
  5. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
  6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
Ada beberapa klasifikasi anak Tunagrahita yang di ukur melalui IQ:

1)      Tunagrahita Ringan (IQ 51-70)
Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan   kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis,  berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak  begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun. Karena itu  anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra.
2)      Tunagrahita Sedang (IQ 36-51)
Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.
3)      Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20)
Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dair bahaya. Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak Idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam tungrahita berat.
Kesulitan Belajar Anak Tunagrahita
Kesulitan belajar merupakan bidang yang sangat luas, dan sangat komplek untuk dipelajari, karena menyangkut sekurang-kurangnya aspek psikologis, neurologis, pendidikan dan aspek kehidupan sosial anak dalam keluarga/ masyarakat. Setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang yang berebeda dalam memahami dan menjelaskan fenomena kesulitan belajar yang dialami oleh seorang anak. Anak berkesulitan belajar adalah anak yang memiliki gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis,mengeja atau menghitung. Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan.
Ketika seorang anak belajar memerlukan kemampuan dalam beberapa aspek yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik, kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive prcsess) dan perhatian (attention).Kemampuan-kemampuan tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami gangguan. Apabila ada seorang anak yang mengalami kesulitan pada keempat aspek seperti itu ada kemungkinan anak tersebut mengalai kesulitan belajar yang bersifat internal (learning disability)
Berikut adalah contoh beberapa kesulitan belajar yang dialami oleh anak Tunagrahita yaitu:
1)      Kesulitan Membaca
Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia). Ada nama-nama lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu corrective readers dan remedial readers, (Hallahan, Kauffman, and Lloyd, 1985 : 202).
Membaca mengandung beberapa pengertian. Di dalam Karnus Besar Bahasa Indonesia, membaca diartikan (1) melihat dan memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau dalam hati). (2) mengeja atau melafalkan apa yang tertulis. Hal itu menunjukkan bahwa untuk dapat membaca diperlukan adanya keterarnpilan khusus, yang dalam konteks ini adalah mengeja dan melafalkan apa yang tertulis. Dalam belajar membaca, anak harus terampil dalam mempersepsi bunyi fonem, morfem, sematik dan sintaksis. Ini biasa mdisebut dengan kemampuan berbahasa/ linguistik. Anak yang mempunyai kesadaran linguistik dengan baik, tidak akan mengalami kesulitan dalam belajar membaca.
      Pada umumnya anak Tunagrahita memiliki kemampuan yang kurang dalam hal mengingat (memory)yang merupakan suatu kesulitan kronis yang diduga bersumber dari neurologis (syaraf) , sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca anak Tunagrahita dipengaruhi oleh Aspek Persepsi dan Aspek Memory yang merupakan proses mental yang terletak di otak . Persepsi diperlukan dalam belajar utuk menganalisis informasi yang diterima. Misalnya, seorang anak diperlihatkan bentuk /h/ dan /n/. atau angka /6/ dengan /9/. Anak yang persepsi penglihatannya baik, akan dapat membedakannya. Sedangkan anak yang mengalami ganguan persepsi akan sangat sulit untuk menemukan karakter yang membedakan kedua bentuk tersebut. Dapat dibayangkan betapa sulitnya bagi seorang anak yang mengalami hambatan seperti ini untuk belajar membaca. Mengingat (memory) adalah kemampuan untuk menyimpan informasi dan pengalaman yang pernah dipelajari pada masa lalu dan dapat dimunculkan kembali jika diperlukan. Kemampuan mengingat ini mempunyai dua tingkatan yaitu ingatan jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory). Mengingat sesuatu, baik yang dilihat maupun yang didengar dalam tempo yang sangat singkat, disebut ingatan jangka pendek (short term memory). Belajar sangat erat hubungannya dengan ingatan jangka pendek. Anak yang mengalami kesulitan dalam ingatan jangka pendek akan sangat sulit untuk menyimpan informasi atau pengalaman belajar dalam ingatan jangka panjang.
Kesulitan membaca disebabkan  karena kompetensi dasar membaca  belum tercapai dengan baik yaitu:
a.      Mengenal huruf,
b.       Menggabungkan dua huruf menjadi suku kata (peleburan bunyi),
c.       Menggabungkan suku kata menjadi kata atau kesulitan dalam menyusun kata dalam kalimat.
Ada beberapa metode membaca untuk anak Tunagrahita:
a)      Metode Fonik
Menekankan pada pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf. Pada mulanya anak di ajak mengenal bunyi huruf, kemudian menjadi suku kata dan kata. Mengenalkan huruf mengaitkan huruf depan dengan berbagai nama yang sudah dikenal anak. Misal: B……… K………
b)      Metode Linguistik
Metode ini didasarkan atas pandangan bahwa membaca ialah suatu proses memecahkan kode atau sandi yang berbentuk tulisan menjadi bunyi yang sesuai. Metode ini menyajikan kepada anak suatu kata yang terdiri dari konsonan- vocal / vocal- konsonan. Suku kata menjadi kata.
Misal : bu – ku Þ buku
c)      Metode SAS ( Struktural Analisis Sintetik)
Mengajar membaca dengan mengenalkan kalimat dipisah menjadi kata- suku kata – huruf – suku kata – kata – kata – kalimat.
Misal:
ini ibu budi
ini – ibi – budi
i – ni i – bu bu – di
i – n – i i – b – u b – u – d – i
i – ni i – bu bu – di
ini – ibi – budi
ini ibu budi
d)     Metode Fernald ( VAKT ) = Visual Auditory Kinestetic Taktic
Mencoba menulusuri huruf yang dibentuk dengan gerakan telunjuk di udara, kemudian anak membacanya, diulang beberapa kali, sehingga anak bisa membacanya dengan baik.
e)      Metode Gilingham
Diajarkan beberapa huruf dan perpaduan huruf, kemudian menebalkan titik – titik huruf / kata yang telah diajarkan, biasanya lebih sering kata benda yang ada di lingkungan anak dan dimengerti anak, sambil menebalkan anak membaca huruf / kata apa yang sedang dia tebalkan.
f)       Metode Analisis Gelas.
Anak menyimak gambar peraga yang diperlihatkan. Mengidentifikasi kata lalu mengucapkan kata dengan bunyi kelompok. Misal : B a j u , dibaca b a – j u B u k u , dibaca b u – k u
Setelah anak mengulang beberapa kali , tulisan huruf yang tadi disebutkan, kemudian coba tutup sebagian atau salah satu huruf, sampai anak ingat betul.
Kesulitan Menulis
Anak Tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengingat abjad,huruf atau simbol sehingga mereka cenderung sulit untuk membaca tulisan,kata, bahkan kalimat. Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia). (Jordon dikutip oleh Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985 : 237). Kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga afgrafia. Pada dasarnya disgrafia menunjuk pada adanya ketidakkemampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol – simbol matematika yang biasanya dikaitkan dengan kesulitan membaca atau disleksia.
 Ada beberapa aspek yang menyebabkan anak Tunagrahita  berkesulitan dalam belajar menulis yakni :
a.      Memegang pensil (Psikomotorik)
1.      Sudut pensil terlalu besar
2.      Sudut pensil terlalu kecil
3.      Menggenggam pensil seperti mau meninju
4.      Menyangkutkan pensil di tangan atau menyeret pensil. Jenis memegang pensil seperti ini  yakni termasuk ciri – ciri bagi anak kidal.
b.      Mengenal huruf
Anak Tunagrahita sulit dalam mengenal huruf, apabila sudah di acak-acak letaknya. Sehingga  untuk menuliskan huruf-huruf dengan rapi dan benar juga kesulitan. Dengan demikian maka Daya Ingat (Memory) anak Tunagrahita sangat lemah, sehingga perlu pelayanan khusus dalam pembelajaran.
c.       Menulis ekspresif.
Yakni mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam suatu bentuk tulisan. Sehingga dapat dipahami oleh orang lain yang sebahasa, menulis ekspresif disebut juga mengarang atau komposisi.
3)      Kesulitan Berhitung Matematika
Keterampilan proses kognitif dasar sangat erat kaitannya dengan keterampilan belajar matematika. Anak yang telah memiliki keterampilan proses kognitif dasar akan lebih mudah untuk belajar matematika, dan sebaliknya. Keterampilan kognitif dasar meliputi: keterampilan dalam mengelompokkan objek menurut atribut tertentu, keterampilan mengurutkan objek menurut besar/kecil atau panjang pendek, korespondensi, dan kemampuan dalam konservasi.
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (discalculis) (Lerner, 1988 : 430). Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan saraf pusat.
Dalam pembelajaran matematika di lapangan, anak tunagrahita banyak mengalami hambatan yang dapat dilihat dari beberapa aspek seperti:
a)      Membilang : anak tunagrahita sulit untuk menyebutkan bilangan secara berurutan, seperti dari bilangan 9 sampai ke 12, dan dari bilangan 15 sampai ke 17, ada yang lancar dari 1 sampai 19 akan tetapi bilangan 20 tidak disebut tetapi kembali kebilangan 10.
b)     Mengoperasikan Penjumlahan,pengurangan,perkalian,pembagian
c)      Memecahkan masalah Matematika
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa anak Tunagrahita ketika  belajar mengalami beberapa kesulitan yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik, kemampuan mengingat (memory), proses kognitf (cognitive prcsess) dan perhatian (attention).Kemampuan-kemampuan tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami gangguan.

CARA MENDIDIK DAN MENGAJAR ANAK TUNAGRAHITA SERTA KARAKTERISTIKNYA

Pendidikan khusus sebagai salah satu bentuk pendidikan yang khusus di peruntukan bagi mereka yang mengalami hambatan dalam belajarnya, secara sadar terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Menyadari bahwa Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK ) adalah individu yang unik. Keunikan ini mengandung pengertian bahwa ABK mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, baik dalam segi kemampuan, bakat, minat maupun gaya belajarnya.
Mendidik siswa di sekolah luar biasa tidak sama dengan mendidik siswa di sekolah umum. Yang perlu dipahami oleh pendidik yang memiliki siswa tunagrahita antara adalah guru harus mehami karakter anak tunagrahita yang memiliki keunikan tersendiri yaitu bersifat pelupa, susah memahami perintah yang kompleks, perhatian mudah terganggu, dan susah memahami hal-hal yang kompleks. Oleh karena itu guru siswa tunagrahita harus sabar, penyayang, mengajar dengan kata-kata sederhana dan gambar yang nyata.
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped, Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik, intelektual, sosial, emosi dan atau gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan khusus.
Pengertian Tunagrahita menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20) sebagai berikut: yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun; yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun. Pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut:
EDUCABLE : Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.
2.2  SEBAB-SEBAB KETUNAAN
Menurut penyelidikan para ahli (tunagrahita) dapat terjadi :
1.   Prenatal (sebelum lahir)
Yaitu terjadi pada waktu bayi masih ada dalam kandungan, penyebabnya seperti : campak, diabetes, cacar, virus tokso, juga ibu hamil yang kekurangan gizi, pemakai obat-obatan (naza) dan juga perokok berat.
2.   Natal (waktu lahir)
Proses melahirkan yang sudah, terlalu lama, dapat mengakibatkan kekurangan oksigen pada bayi, juga tulang panggul ibu yang terlalu kecil. Dapat menyebabkan otak terjepit dan menimbulkan pendarahan pada otak (anoxia), juga proses melahirkan yang menggunakan alat bantu (penjepit, tang).
3.      Pos Natal ( Sesudah Lahir)
Pertumbuhan bayi yang kurang baik seperti gizi buruk, busung lapar, demam tinggi yang disertai kejang-kejang, kecelakaan, radang selaput otak (meningitis) dapat menyebabkan seorang anak menjadi ketunaan (tunagrahita).
2.3  PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran. Demikian halnya dengan anak tunagrahita berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sekolah-sekolah untuk melayani pendidikan anak luarbiasa (tunagrahita) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah berkebutuhan khusus.
1.      Sekolah untuk anak luar biasa terdiri dari :
a.          SLB – A untuk anak Tunanetra
b.         SLB – B untuk anak Tunarungu
c.          SLB – C untuk anak Tunagrahita
d.         SLB – D untuk anak Tunadaksa
e.          SLB – E untuk anak Tunalaras
f.          SLB – F untuk anak Berbakat
g.         SLB – G untuk anak cacat ganda
2.         Sekolah Luar Biasa untuk anak tunagrahita dibedakan menjadi :
a.          SLB – C untuk Tunagrahita ringan
b.         SLB – C untuk Tunagrahita sedang
3.         Untuk Tunagrahita berat biasanya berbentuk panti plus asramanya.
2.4  KURIKULUM
      Dalam memberikan layanan pendidikan tidak terlepas dari yang namanya kurikulum. Kurikulum sebagai pedoman bagi sekolah. Kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kurikulum untuk Sekolah Luar Biasa disesuaikan dengan jenis dan tingkat ketunaannya, mulai dari tingkat TKLB sampai dengan SMALB. Kurikulum yang sekarang ini digunakan yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004. Selain mempelajari mata pelajaran umum, ada juga mata pelajaran ke khususan, untuk anak tunagrahita yaitu mata pelajaran “Bina Diri” didalamnya mencakup:
1.      Mengurus diri
2.      Menolong diri
3.      Komunikasi dan Sosialisasi.
2.5  CIRI-CIRI KHUSUS PADA MASA PERKEMBANGANNYA
a.       Masa Bayi
Para ahli mengemukakan bahwa tunagrahita adalah tampak mengantuk saja , apatis tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, bicara dan berjalan.
b.      Masa Kanak-kanak
Ciri ciri klinis seperti mongoloid, kepala besar, dan kepala kecil. Tetapi anak tunagrahita ringan ( yang lambat ) memperlihatkan ciri-ciri sukar mulai dengan sesuatu. Mengerjakan sesuatu dengan berulang-ulang tetapi tidak ada variasi, tampak penglihatannya kosong, melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian.
c.       Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berfikir dan kepribadian berada di bawah usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri.
  Cara mendidik Anak Tuna Grahita di Sekolah
Keterbatasan kecerdasan yang di miliki anak tunagrahuta menjadi kendala utama dalam belajar. Mereka tidak mampu berkompetisi dalam belajar dengan temannya yang normal sehingga mereka seringkali menjadi bahan olok-olok sebagai anak yang bodoh di kelas.
Materi pembelajaran bagi anak tunagrahita harus di rinci dan sedapat mungkin di mulai dari hal-hal konkrit, mengingat mereka mengalami keterbatasan dalam berfikir abstrak. Walaupun demikian materi yang bersifat akademik tetap di berikan sampai mereka memperlihatkan ketidak mampuannya. Sebaliknya materi pelajaran keterampilan memiliki bobot yang tinggi karena melalui materi ini di harapkan mereka dapat memiliki suatu keterampilan sebagai bekal hidupnya.
Dan materi pelajaran bina diri bagi anak tunagrahita harus diprogamkan secara rinci dan mendapat bobot yang tinggi pula karena tidak dapat mempelajari hal itu hanya melalui pengamatan seperti yang di lakukan anak normal.
Strategi pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran anak tunagrahita adalah strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dimana mereka belajar bersama-sama dalam satu kelas tetapi kedalaman dan keluasan materi, pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda di sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik. Namun demikian dapat pula menggunakan strategi lainnya seperti strategi kooperatif, dan strategi modifikasi tingkah laku. Metode mengajar hendaknya harus dipilih agar anak belajar dengan melakukan karena dengan praktek rangsangan yang di peroleh melalui motorik akan cepat di pusat berpikir dan tidak mudah di lupakan.
Alat/media yang di gunakan dalam pembelajaran anak tunagrahita harus memperhatikan beberapa criteria, seperti : anak memiliki tanggapan tentang yang di pelajarinya, tidak mudah rusak, tidak berbahaya, tidak abstrak, dapat di gunakan anak, dan mudah di peroleh.
Evaluasi belajar dalam pembelajaran anak tunagrahita harus dilakukan setelah mempelajari salah satu bagian kecil dalam materi pembelajarannya, dan setelah itu barulah kita pindah pada materi berikutnya. Alat evaluasi sebaiknya berbentuk kinerja dan hasilnya pun diolah secara kualitatif. Sedangkan penilaian kuantitatif di buat apabila dibutuhkan namun didampingi dengan uraian singkat ( bersifat deskriptif )

PENDIDIKAN INKLUSI (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus)

Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.

A. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
13. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
14. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
15. Autis
16. Korban Penyalahgunaan Narkoba
17. Indigo


       Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak penyandang cacat adalah pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.
inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.

PROSES PENDIDIKAN ANAK-ANAK TUNAGRAHITA

Pendidikan merupakan suatu proses budaya untuk meningktkan harakat dan martabat manuisa. Penyelenggaraan pendidikan di indonesia merupakan langkah untuk mewujudkan tujuan negara yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan dikatakan sebagai proses dimana seseorang mengmbangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya didalam masyarakat dimana dia hidup, proses sosial dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga dia memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemempuan individu yang optimum (MKDK IKIP Semrang 1991:2). Pendidikan merupakan suatu proses sosialisasi yang senantiasa mengikuti dinamika masyarakat yang dilaksanakan secara formal. Diharapkan melalui pendidikan para peserta didik dan masyarakat umumya dapat mengamalkan hasil pendidikan dalam besmasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pengertian pendidikan itu sendiri salah satunya telah dinyatakan dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencna untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara akrif mengenmbangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagmaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bansa dan negara (Sanjaya, 2008:2).
Proses pendidikan anak merupakan faktor penting yang perlu mendapat perhatian, pendidikan merupakan suatu prooses untuk mempersiapkan anak didik mencapai kedewasaan. Pendidikan mengandung pengertian suatu usaha yang dilaksanakan secara teratur dan sistematis untuk mendewasakan anak didik dengan memberikan berbagai ilmu pengetahuan, melatih berbagai keterampilan dan penampilan tentang nilai-nilai dan sikap hidup yang baik.
Dewasa kini pendidikan sekolah menjadi makin penting dan mencakup ruang lingkup yang lebih luas, masyarakat modern menuntut adanya pendidikan sekolah yang bersifat masal, untuk itu masyarakat modern mencurahkan investasinya kepada institusi-institusi pendidikan, pendidikan sekolah mempunyai dua aspek penting yaitu aspek individaul dan aspek sosial. Pendidikan disatu sisi bertugas mmepengaruhi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan anak secara optimal, dipihak lain pendidikan sekolah bertugas mendidik anak agar mengabdikan diri pada masyrakat (Vembrianto, 1978:92).
Memberikan dan menikmati pendidikan, bukan hanya anak yang normal saja, tetapi untuk anak yang mempunyai kekurangan pun berhak untuk mendapat pendidikan yang layak. Karena bagaimanpun keadaan fisik dan mental seseorang anak tetap memerlukan bimbingan untuk mendewasakan diri dalam lingkungan masyaraakat. Anak-anak yang memiliki kekurangan fisik diantaranya ank-anak tunagrahita dimana merekan juga membutuhkan bimbingan dan pendidikan guna kesejahteraan hidup mereka dimasyarakat.
Anak yang mempunyai tingkat kemampuan dibawah rerata atau sering dsebut anak tunagrahita merupkan salah satu dari sekian anak berkebutuhan khusus. Di indonesia jumlah para penderita tunagrahita cukup banyak. Hal itu dapat dilihat dari banak nya lembaga pendidikan yang peduli pada anak tunagrahita. Salah satunya adalah SLB C/C1 yang berada dibawah naungan YPAC Semarang.
SLB C/C1 YPAC Semarang merupakan salah satu sekolah luar biasa yang ada dikota semarang yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak-anak tunagrahita. SLB ini diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan  intelektual dibawah rerata atau anak dengan skor IQ 70 ke bawah.
Program pengajaran di SLB C/C1 tentu berbeda dengan sekolah biasa menyesuaikan dengan kemampuan mereka. Teknik penyampaian materi dan metode mengajar yang didunakan tenaga pengajar juga berbeda dengan sekolah reguler. Di sekolah ini guru dituntut untk menyuseaikan dengan kemampuan mereka yang terbatas.
Selama pendidiakn bagi ank-anak yang memiliki kekurangan fisik maupun mental sedikit sekali mendapat perhatian dari berbagai pihak termasuk dari pemerintah. Belum banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan dan fungsi dari sekolah luar biasa sebagi lembaga pendidikan yang diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki kekurangan fisik dan mental.
Seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknlogi maka bagi mereka yang mempunyai kelainan juga berhak memperoleh pendidikan. Dukungan dari masyarakat untuk menerima orang yang berkekurangan dan partisipasi dari keluarga sangatlah diperlukan bagi perkembangan si anak yang memiliki kelainan tersebut.
Berbicara tentang penyelenggaraan prndidikan di sekolah baik itu sekolah untuk anak-anak normal maupun untuk anak-anak yang menyandang cacat, tentu tidak terlepasa dari peran serta guru dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa yang diwujudkan dalam bentuk interaksi belajar mengajar, baik antara pendidik dengan pendidika lainnya, pendidik dengan peserta didik, maupun pdeserta didik dengan peserta didik dan lingkungannya. Dalam menyelenggarakan pembelajaran formal, pendidik berpedoman pada rencana dan pengaturan tentang pendidikan, yang berkesuluruhannya dikemas dalam bentk kurikulum.

Model Pelayanan Pendidikan Untuk Anak Tunagrahita

Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada :

Kelas Transisi.
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah regler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.

Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1

Pendidikan Terpadu.
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).

Program Sekolah di Rumah.
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.

Pendidikan Inklusif.
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.
Panti (Griya) Rehabilitasi.

Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam pati ini terbatas dala hal:
1. Pengenalan diri
2. Sensori motor dan persepsi
3. Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain)
4. Kemampuan berbahasa dan komunikasi
5. Bina diri dan kemampuan sosial.


Mengenal Autis dan Tuna Grahita

Banyak diantar kita yang rancu membedakan antara autis dan tuna grahita. Tulisan ringkas ini mungkin bisa menambah informasi kita untuk lebih memahami dua hal tersebut, walaupun gejala-gejala yang diderita oleh anak autis dan  tuna grahita memiliki kemiripan.
Autisme diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun. Autisme empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan.
Tanda – tanda Autisme
  • Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari
  • Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata
  • Mata yang tidak jernih atau tidak bersinar
  • Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain
  • Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan)
  • Serasa dia punya dunianya sendiri
  • Tidak suka berbicara dengan orang lain
  • Tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain
Penyebab Autisme
Penyebab Autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR (Mumps, Measles dan Rubella )bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder.
Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini berdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autisme, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.

Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna berarti merugi. dan rahita berarti pikiran. Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
  • Lemah fikiran ( feeble-minded)
  • Terbelakang mental (Mentally Retarded)
  • Bodoh atau dungu (Idiot)
  • Pandir (Imbecile)
  • Tolol (moron)
  • Oligofrenia (Oligophrenia)
  • Mampu Didik (Educable)
  • Mampu Latih (Trainable)
  •  Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat
  • Mental Subnormal
  • Defisit Mental
  • Defisit Kognitif
  • Cacat Mental
  • Defisiensi Mental
  • Gangguan Intelektual
        American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20), mendefinisian Tunagrahita sebagai kelainan: yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes, yang muncul sebelum usia 16 tahun, yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku. Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut:  EDUCABLE Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.
Untuk terapi autis, dikenal ada 4 metode terapi:
  • Terapi Perilaku
  • Terapi Wicara
  • Terapi Biomedik
  • Terapi Integrasi sensoris

Tunagrahita, Sebuah Gangguan Intelegensia

      Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.


Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.


Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.

Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
Tunagrahita adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
Lemah pikiran (Feeble Minded)
Terbelakang mental (Mentally Retarded)
Bodoh atau dungu (Idiot)
Pandir (Imbecile)
Tolol (Moron)
Oligofrenia (Oligophrenia)
Mampu Didik (Educable)
Mampu Latih (Trainable)
Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat
Mental Subnormal
Defisit Mental
Defisit Kognitif
Cacat Mental
Defisiensi Mental
Gangguan Intelektual
Pengertian Tunagrahita menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20) sebagai berikut: yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun; yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.

Pengertian Tunagrahita

       Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak denganhendaya atau penurunan kemampuan ayau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas.
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.
Namun, tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih banyak pada kemampuan  daya tangkap yang kurang. Secara global pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang maksimal.


Definisi, Klasifikasi, Penyebab dan Cara Pencegahan Tunagrahita
  1. Berbagai istilah yang dikemukakan mengenai tunagrahita, selalu menunjuk pada keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum berada di bawah usia kronologisnya secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.
  2. Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga hal berikut, yaitu: keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum di bawah rata-rata, disertai ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan terjadi selama periode perkembangan (sampai usia 18 tahun).
  3. Ketunagrahitaan dapat disebabkan oleh faktor keturunan dan bukan keturunan. Faktor keturunan kerusakannya pada sel keturunan seperti kerusakan kromosom, gen, dan salah satu atau kedua orangtua menderita kelainan atau hanya sebagai pembawa sifat. Faktor di luar sel keturunan, di antaranya karena faktor kekurangan gizi, kecelakaan (trauma kepala) , dan gangguan metabolisme.
  4. Alternatif pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya: mengadakan penyuluhan genetik, pemeriksaan kesehatan terutama pada saat ibu hamil, sanitasi lingkungan, imunisasi, intervensi dini, dan sebagainya.
  5. Untuk memudahkan dalam memberikan layanan pendidikan, anak tunagrahita diklasifikasi-kan: tunagrahita ringan (mild mental retardation), tunagrahita sedang (moderate mental retardation), tunagrahita berat (severe mental retardation), dan tunagrahita sangat berat (profound mental retardation).
Kegiatan Belajar 2

Karakteristik Anak Tunagrahita
  1. Secara umum karakteristik anak tunagrahita ditinjau dari segi akademik, sosial/emosional, fisik/kesehatan. Di samping perlu pula ditinjau berat dan ringannya ketunagrahitaan, sehingga perlu dibahas karakterirtik tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat dan sangat berat.
  2. Pemahaman karakteristik sangat penting karena dapat menentukan layanan pendidikan bagi tiap jenis anak tunagrahita. Misalnya materi pelajaran bagi anak tunagrahita ringan lebih tinggi jika dibandingkan dengan materi pelajaran bagi anak tunagrahita sedang, berat, dan sangat berat.
       Ciri-ciri /karakteristik yang dapat dijadikan patokan dalam mendeteksi ketunagrahitaan terutama pada masa sekolah penting dikenal oleh guru karena kebanyakan dari mereka langsung masuk ke sekolah biasa. Biasanya anak yang ke sekolah umum tergolong tunagrahita ringan karena tidak memperlihatkan ciri-ciri khusus dalam segi fisik. Ciri ketunagrahitaan barulah diketahui pada saat ia duduk di kelas IV SD karena di kelas sebelumnya ia dapat mengikuti pelajaran seperti anak normal dalam menyanyi, bermain dan kerja.


Source : 1.  https://tunagrahita.wordpress.com/
             2. https://tunagrahita.wordpress.com/page/2/

Jumat, 06 November 2015

Kupas Tuntas Dunia Tuna Netra

Pada tulisan ini kita akan membahas sekilas tentang tuna netra, semoga bisa menambah ilmu pengetahuan dan bermanfaat untuk kita semua,amiin.   

A. Pendahuluan
Secara etimologi kata tunanetra berasal dari tuna yang berarti rusak,netra berarti mata atau penglihatan. Jadi secara umum tuna netra berarti rusak penglihatan. Tunanetra berarti buta,tetapi buta belum tentu sama sekali gelap atau sama sekali tidak dapat melihat. Ada anak buta yang sama sekali tidak ada penglihatan,anak semacam ini biasanya disebut buta total. Disamping buta total, masih ada juga anak yang mempunyai sisa penglihatan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membaca dan menulis huruf biasa.

B. Definisi
Tuna netra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan / tidak berfungsinya indera penglihatan.
Menurut Slamet Riadi adalah “Seseorang dikatakan buta jika ia tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk pendidikan “(Slamet Riadi , 1984, hal. 23).
Menurut Pertuni tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisah penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meski pun dibantu dengan kacamata (kurang awas).

Tuna netra menuru tSoedjadi S. (tth:23): Berdasarkan pandangan paedagogis, mereka ini kurang atau sama sekali tidak dapat menggunakan penglihatannya dalam melaksanakan tugas yang diberikan dalam pendidikan.

Menurut White Confrence pengertian tunanetra adalah sebagai berikut.
1. Seseorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision); dari ke dua matanya sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk membaca sekalipun dibantu dengan kacamata.
2. Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada bagian mata yang terbaik setelah mendapat perbaikan yang diperlukan atau mempunyai ketajaman penglihatan lebih dari 20/200 tetapi mempunyai keterbatasan dalam lantang pandangnya sehingga luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat.


C. Karakteristik

a. Fisik
Keadan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya.perbedaan nyata diantaranya mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik antara lain: mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan sebagainya.
b. Perilaku
1) Beberapa gejala tingkah laku pada anak yang mengalami gangguan penglihatan dini antara lain: berkedip lebih banyak dari biasanya, menyipitkan mata, tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
2) Adanya keluhan-keluhan antara lain: mata gatal, panas, pusing, kabur atau penglihatan ganda.
c. Psikis
1) Menta/Intelektual
Tidak berbeda jauh dengan anak normal. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah.
2) Sosial
Kadang kala ada keluarga yang belum siap menerima anggota keluarga yang tuna netra sehingga menimbulkan ketegangan/gelisah di antara keluarga. Seorang tunanetra biasanya mengalami hambatan kepribadian seperti curiga terhadap orang lain, perasaan mudah tersinggung dan ketergantungan yang berlebihan.


D. Faktor – faktor yang menyebabkan
Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain (DITPLB, 2006):

1. Pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:
a. Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkanoleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanyasukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.
b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhandalam kandungan dapat disebabkan oleh:
– Gangguan waktu ibu hamil.
– Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama
pertumbuhan janin dalam kandungan.
– Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.
– Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat
terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.
– Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga
hilangnya fungsi penglihatan.

2. Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata padawaktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
– Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
– Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
– Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
– Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
– Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluhdarah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
– Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk.Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
– Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dariinkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.
E. Gambaran Psikologis
F. Hambatan dari individu yang bersangkutan

Menurut Lowenfeld akibat ketuna netraan menimbulkan tiga macam keterbatasanya itu
(1) keterbatasan dalam hal luas dan variasi pengalaman,
(2) keterbatasan dalam bergerak atau mobilitas
(3) keterbatasan berinteraksi dengan lingkungan. Keterbatasan tersebut dapat disebabkan secara langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraan.

1. Dampak terhadap Kognisi
Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap orang dan obyek tergantung pada bagaimana orang dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya ,dan citra atau “peta” dunia setiap orang itu bersifat individual. Setiap orang mempunyai citra dunianya masing-masing karena citra tersebut merupakan produk yang ditentukan oleh factor-faktor berikut:
(1) Lingkungan fisik dan sosisalnya,
(2) struktur fisiologisnya
(3) keinginan dan tujuannya
(4) pengalaman-pengalaman masa lalunya.
Dari keempat factor yang menentukan kognisi individu tunanetra menyandang kelainan dalam struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi orang awas mereka tentang dunia ini sejauh tertentu mungkin berbeda dari konsepsi orang awas pada umumnya.

2. Dampak terhadap Keterampilaan Sosial
Orang tua memainkan peranan yang penting dalam perkembangan social anak. Perlakuan orang tua terhadap anaknya yang tunanetra sangat ditentukan oleh sikapnya terhadap ketunanetraan itu, dan emosi merupakan satu komponen dari sikap di samping dua komponen lainnya yaitu kognisi dan kecenderungan tindakan. Ketunanetraan yang terjadi pada seorang anak selalu menimbulkan masalah emosional pada orang tuanya. Ayah dan ibunya akan merasa kecewa, sedih, malu dan berbagai bentuk emosi lainnya. Mereka mungkin akan merasa bersalah atau saling menyalahkan, mungkin akan diliputi oleh rasa marah yang dapat meledak dalam berbagai cara, dan dalam kasus yang ekstrem bahkan dapat mengakibatkan perceraian. Persoalan seperti ini terjadi pada banyak keluarga yang mempunyai anak cacat.Pada umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan anaknya yang “normal” itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan, dan akhirnya tahap penerimaan, meskipun untuk orang tua tertentu penerimaan itu mungkin akan tercapai setelah bertahun-tahun. Proses “duka cita” ini merupakan proses yang umum terjadi pada orang tua anak penyandang semua jenis kecacatan. Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan di antara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan hubungan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan social anak.

3. Dampak terhadap Bahasa
Pada umumnya para ahlinya kin bahwa kehilangan penglihatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa, dan secara umum mereka berkesimpulan bahwa tidak terdapat defisiensi dalam bahasa anak tunanetra.Mereka mengacu pada banyak studi yang menunjukkan bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda dari siswa-siswa yang awas dalam hasil tes intelegensi verbal. Mereka juga mengemukakan bahwa berbagai studi yang membandingkan anak-anak tunanetra dan awas tidak menemukan perbedaan dalam aspek-aspek utama perkembangan bahasa.Karena persepsi auditif lebih berperan daripada persepsi visual sebagai media belajarbahasa, maka tidaklah mengherankan bila berbagai stu ditelah menemukan bahwa anak tunanetra relatif tidak terhambat dalam fungsi bahasanya. Banyak anak tunanetra bahkan lebih termotivasi dari pada anak awas untuk menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama komunikasinya dengan orang lain.Secara konseptual sama bagi anak tunanetra maupun anak awas, karena makna kata-kata dipelajarinya melalui konteksnya dan penggunaannya di dalam bahasa. Sebagaimana halnya dengan semua anak, anak tunanetra belajar kata-kata yang didengarnya meskipun kata-kata itu tidak terkait dengan pengalaman nyata dan tak ada makna baginya.Kalau pun anak tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal itu bukan semata-mata akibat langsung dari ketunanetraannya melain kanterkait dengan cara orang lain memperlakukannya. Ketunanetraan tidak menghambat pemprosesan informasi ataupun pemahaman kaidah-kaidah bahasa.

4. Dampak terhadap Orientasi dan Mobilitas
Mungkin kemampuan yang paling terpengaruh oleh ketunanetraan untuk berhasil dalam penyesuaian social individu tunanetra adalah kemampuan mobilitas yaitu ketrampilan untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya. Ketrampilan mobilitas ini sangat terkait dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan Ponder,1976).
Para pakar dalam bidang orientasi dan mobilitas telah merumuskan dua cara yang dapat ditempuh oleh individu tunanetra untuk memmproses informasi tentang lingkungannya, yaitu dengan metode urutan (sequncial mode) yang menggambarkan titik-titik di dalam lingkungan sebagai rute yang berurutan, atau dengan metode peta kognitif yang memberikan gambar antopografis tentang hubungan secara umum antara berbagai titik di dalam lingkungan (Dodds et al dalam Hallahan dan Kaufman,1991).
Metode peta kognitif lebih direkomendasikan karena cara tersebut menawarkan fleksibilitas yang lebih baik dalam menavigasi lingkungan. Bayangkan tiga titik yang berurutan – A, B, dan C. Memproses informasi tentang orientasi lingkungan dengan metode urutan membatasi gerakan individu sedemikian rupa sehingga didapat bergerak dari A ke C hanya melalui B. Tetapi individu yang memiliki peta kognitif dapat pergi dari titik A langsung ketitik C tanpa memlalui B.
Akan tetapi, metode konseptualisasi ruang apapun , metode urutan ataupun metode peta kognitif- individu tunanetra tetap berkekurangan dalam bidang mobilitas dibandingkan dengan sebayanya yang awas. Mereka kurang mampu atau tidak mampu sama sekali menggunakan “visual metaphor” (Hallahan dan Kauffman, 1991:310) Di samping itu, para palancong tunanetra harus lebih bergantung pada ingatan untuk memperoleh gambaran tentang lingkungannya dibandingkan dengan individu yang awas (Holfield& Fouke dalam Hallahandan Kauffman, 1991)
Untuk membentuk mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tuna netra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat penggunaan anjing penuntun (guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat elektronik untuk membantu orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus dikembangkan.
Agar anak tuna netra memiliki rasa percaya diri untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya bersosialisasi, mereka harus memperoleh latihan orientasi dan mobilitas. Program latihan orientasi dan mobilitas tersebut harus mencakup sejumlah komponen, termasuk kebugaran fisik, koordinasi motor, postur, keleluasaan gerak, dan latihan untuk mengembangkan fungsi indera –indera yang masih berfungsi.


E. Penanganan

A. Penanganan Tunanetra Total dari Segi Pendapatan Informasi
1. Komputer Berbicara
Khoerunnisa (2010 : 4) menyatakan bahwa Komputer Berbicara adalah Komputer dengan program JAWS. Komputer yang memudahkan penyandang tunanetra mengakses informasi dari internet maupun ketika mengetik adalah computer yang memiliki aplikasi screen reader yang disebut JAWS.
Cara kerja aplikasi screen reader yaitu komputer menerangkan tampilan yang ada pada layar monitor (screen) dengan suara. Mulai dari menu program yang tersedia, sampai menginformasikan dimana letak kursor dan menerangkan tulisan apa saja yang terbaca pada screen (membaca kata perkata maupun huruf demi huruf).
Suara yang dihasilkan oleh JAWS terkesan seperti robot yang berlogat barat. Kecepatannya pun dapat diatur, dipercepat maupun diperlambat. Program JAWS dapat juga mentranslate kata dari Bahasa Indonesia ke bahasa Inggris (saduran dari kamus Hasan Sadili). Pembrailannya pun menggunakan dua program, yaitu Duxbury dan MBC MBC (Mitra Netra Braille Conventer). Duxbury merupakan program dari luar negeri, sedangkan MBC berasal dari Indonesia. Persamaan dari keduanya adalah dapat mengubah tulisan Braille ke tulisan awas maupun sebaliknya. Namun, proses ini memilki kelemahan yaitu file yang disimpan formatnya akan berubah dan simbol-simbol khusus (misal arab dan metematika) tidak dapat dikonversikan langsung.


2. Huruf Braille
Huruf Braille ditemukan oleh Louis Braille (1809-1852), seorang guru berkebamgsaan Perancis yang mengalami kebutaan pada usia 3 tahun. Braille menemukan sistem cetakan dan tulisan khusus untuk penderita tunanetra ini pada tahun 1824 saat masih menjadi siswa pada Institution Nationale des Jeunes Aveugles (National Institute for Blind Children), Paris, Perancis.

Tulisan braille berupa huruf-huruf timbul yang sederhana dan praktis dan metoda membaca dipakai diseluruh dunia. Tulisan braille yang ditulis menonjol atau timbul di atas kertas dan dibaca dengan cara meraba secara lembut dan perlahan tulisan, terdiri atas 6 titik atau lubang dan dijadikan 2 baris, masing-masing 3 titik dari atas kebawah. Jika hanya titik pertama dari baris pertama yang timbul, itu huruf a, jika titik pertama dan kedua dari baris pertama yang timbul itu huruf b. Tulisan braille terdiri dari 63 karakter, yang meliputi huruf, angka, tanda baca, tanda ulang, huruf besar .

Pada tahun 1932, tulisan braille diakui sebagai Standard English Braille oleh perwakilan dari perkumpulan penyandang cacat netra seInggris Raya dan Amerika Serikat. Untuk melengkapi dan menyempurnakan tulisan braille, pada tahun 1065 The Nemeth Code of Braille Mathematics and Scientific Notation memodifikasi tulisan braille yang mewakili bermacam-macam simbol khusus yang digunakan untuk bidang matematika dan teknik. Di samping itu juga, masih banyak tulisan braille yang dimodifikasi untuk penulisan notasi musik, tulisan cepat (stenografi) dan macam-macam bahasa di dunia. Saat ini, tulisan tangan dengan menggunakan tulisan braille sudah dimungkinkan dengan menggunakan alat yang bernama ”slate”. Yang terdiri dari 2 buah lembaran baja, yang dihubungkan dengan menggunakan sendi yang berguna untuk memasukkan selembar kertas diantaranya.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa tulisan penemuan Louis Braille sangat berperan penting untuk membantu para penyandang cacat netra mengatasi kendala dalam bersosialisasi dan berkomunikasi antar sesama penyandang cacat netra dan dengan masyarakat umum. Kendala ini dapat teratasi karena masalah pokok penyandang cacat netra adalah individu yang mempunyai kelainan fisik (physical handicap) yang berpengaruh terhadap fungsi sosial dan fungsi emosional, yang termanifestasi dalam bentuk gangguan kepribadian (sikap pasif dan sikap ragu) serta gangguan dalam penyesuaian diri (rendah diri, kurang berani mengenal orang lain, merasa tidak berguna). Karena tulisan braille sudah diakui sebagai standar cetakan dan tulisan bagi penyandang cacat netra, sehingga para penyandang cacat netra tidak perlu takut dan cemas untuk berkomunikasi dengan sesamanya, karena mereka mempunyai ”tilisan” sebagai akses yang bisa dipakai sebagai identitas diri, dimana hal ini nantinya akan menumbuhkan keberanian mereka untuk berkomunikasi dengan orang normal dan melakukan tugas dan fungsinya dalam masyarakat, tanpa terganggu oleh ketunaannya, sama dengan orang normal.

Jane Ware (2002 : 2) menyatakan bahwa Huruf Braille adalah kode didasarkan pada enam titik, disusun dalam dua kolom tiga titik. Ada berbagai jenis kode braille. variasi menggunakan ini dari enam titik untuk mewakili semua huruf dari alfabet, angka, tanda baca dan kelompok yang sering terjadisurat. orang buta membaca dari kiri ke kanan di halaman dengan sentuhan ringan, menggunakan satu atau kedua tangan.
Bantalan lembut jari-jari digunakan untuk merasakan titik terangkat, karena ini lebih sensitif dibandingkan dengan ujung jari. Sebagian besar pembaca braille terlihat membaca huruf braille oleh penglihatan. Jari sensitif dibutuhkan untuk membaca braille. Ukuran huruf braille yang umum digunakan adalah dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 m.

3. Digital Ascesible System (DAISY) Player
PlayerDigital Ascesible System (DAISY)Player. DAISY Player digunakan untuk mempermudah penyandang tunanetra untuk memperoleh informasi dari buku tertentu yang telah diubah menjadi bentuk suara. Kecepatan dan volume suara dapat diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan. Buku bicara yang digunakan untuk DAISY player ini berupa compact disk.

4. Buku bicara (Digital Talking Book)
Digital talking books adalah perangkat yang memungkinkan pembaca tidak hanya bisa menikmati suara audio yang dibacakan dari buku, namun juga memungkinkan pengguna untuk melewati beberapa teks untuk mencari topik atau pencarian kata tertentu. Buku-buku dioperasikan dengan menggunakan pemutar buku digital berbicara, dengan serangkaian tombol kontrol yang memungkinkan pembaca untuk manuver melalui teks di dalamnya. Ini membuktikan buku bicara lebih dari sekedar buku audio sederhana yang hanya memungkinkan pembaca untuk berhenti, mulai, dan mundur untuk mencari titik tertentu dalam presentasi.
Kemampuan untuk mengatur bookmark elektronik dapat sangat berguna, karena memungkinkan pembaca untuk berhenti bahkan di tengah bagian atau bab, dan mengambil di tempat yang sama di lain waktu. Pembaca juga dapat menggunakan fungsi untuk melewatkan sebuah paragraf membosankan, atau melakukan pencarian kata kunci. Buku bicara pada dasarnya memilki cara kerja yang hampir sama dengan buku bicara dalam bentuk compact disk (CD). Hanya saja pengoperasian kaset bicara harus menggunakan radio tape.

5. Printer Braille
Khoerunnisa (2010 : 4) menyatakan bahwa Printer Braille memiliki cara kerja yang mirip dengan printer dot matrix. Proses pencetakan dilakukan dengan cara pengetukan pada kertas, sehingga printer ini lebih bersuara jika dibandingkan dengan printer tinta. Printer braille terdiri dari dua tipe, yaitu COMET dan BRAILLO NORWAY (tipe 200 dan 400). Perbedaan dari dua tipe ini terletak pada hasil cetakannya. Printer COMET hanya dapat mencetak dari dua sisi (satu muka), sedangkan BRAILLO NORWAY dapat mencetak dua sisi (bolak-balik).

6. Termoform
Termoform merupakan mesin pengganda (copy) bacaan penyandang tunanetra dengan penggunakan kertas khusus, yaitu braillon.

7. Telesensory
Telesensory merupakan suatu alat yang digunakan untuk memperbesar huruf awas agar terbaca oleh penderita tunanetra low vision.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan pengguna tunanetra adalah memberikan layanan kepada penyadang tunanetra dengan memberikan fasilitas buku secara manual yaitu buku braille maupun teknologi seperti komputer berbicara, buku elektronik,yang menggunakan program jaws. Dengan adanya layanan berbasis teknologi, diharapkan dapat memfasilitasi penyandang tunanetra untuk mengakses informasi.

B. Penanganan Tunanetra Total dari Segi Mobilitas
Adanya ketunanetraan pada seseorang, secara otomatis ia akan mengalami keterbatasan. Keterbatasan itu adalah dalam hal:
(1) memperolah informasi dan pengalaman baru,
(2) dalam interaksi dengan lingkungan, dan
(3) dalam bergerak serta berpindah tempat (mobilitas).
Oleh karena itu, dalam perkembangannya seorang anak tunanetra mengalami hambatan atau sedikit terbelakang mobilitasnya bila dibandingkan dengan anak normal yang awas.


1. Dampak Ketunanetraan terhadap Motorik dan Mobilitas

Rogow (Hadi, 2005) mengemukakan bahwa anak tunanetra memiliki kesulitan gerak berupa:
a. Spasticity yang ditunjukkan oleh lambatnya bergerak, kesulitan, dan koordinasi gerak yang buruk;
b. Dyskinesia yaitu adanya aktivitas gerak yang tak disengaja, gerak athetoid, gerak tak terkontrol, tak beraturan, gerakan patah-patah, dan berliku-liku;
c. Ataxia yaitu koordinasi yang buruk pada keseimbangan postur tubuh, orientasi terbatas, oleh akibat kekakuan atau ketidakmampuan dalam menjaga keseimbangan;
d. Mixed Types merupakan kombinasi pola-pola gerak dyskitenik, spastic, dan ataxic;
e. Hypotonia ditunjukkan oleh kondisi lemahnya otot-otot dalam merespon stimulus dan hilangnya gerak refleks;
Jan et al. (Kingsley, 1999)) mengemukakan bahwa anak-anak yang mengalami ketunanetraan yang parah dengan sistem saraf yang sehat, yang belum pernah diberi kesempatan cukup memadai untuk belajar keterampilan motorik, sering mengalami keterlambatan dalam perkembangannya. Sering kali mereka lemah, daya koordinasinya buruk, berjalannya goyah, dan kedua belah kakinya senantiasa “bertukar tempat”.
Apabila berjalan kakinya diseret dan tangannya menjulur ke depan. Best (1992) mengemukakan bahwa anak-anak tunanetra tidak dapat dengan mudah memantau mobilitasnya (gerakannya) dan oleh karenanya dapat mengalami kesulitan dalam memahami apa yang terjadi bila mereka menggerakkan atau merentangkan anggota tubuhnya, membungkukkan atau memutar tubuhnya. Karena mereka tidak dapat melihat gerakan orang lain dengan jelas, mereka tidak bisa mengamati bagaimana orang duduk, berdiri, dan berjalan serta kemudian menirukannya. Maka mereka akan memiliki lebih sedikit kerangka acuan/pola (term of reference), dan mungkin tidak akan menyadari apa artinya “duduk tegak”, berjalan kaki melangkah dan tangan diayun, sehingga terjadi keserasian gerak antara kaki, tangan, dan tubuh ketika sedang berjalan.

Dampak lain ketunanetraan dapat dilihat pada postur tubuh dan gaya jalan. Akibat ketunanetraan biasanya ia berjalan dengan kaki diseret karena ingin menditeksi jalan yang berlubang, tangan menjulur ke depan karena kalau menabrak sesuatu lebih baik tangan dulu yang menabrak daripada kepala, perut ke depan agar dapat menopang tubuh secara keseluruhan. Kondisi seperti ini akan membentuk Gaya jalan dan postur tubuh yang jelek, dada dan bahu menyempit, postur tubuh bungkuk, kaki bengkok, dll. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perlu penanganan yang tepat dan profesional.
Oleh karena itu tanpa intervensi dan pembinaan mobilitas/gerak yang tepat, benar, dan utuh anak tunanetra tidak akan memiliki mobilitas yang baik. Secara psikologis akan menimbulkan rasa tidak percaya diri.
2. Program Pembinaan Gerakan Tubuh

a. Rileksasi
Rileksasi, santai atau tidak ada ketegangan adalah pengendoran otot-otot dalam rangka menghilangkan segala macam ketegangan. Rileksasi dapat dikondisikan dengan cara menciptakan suasana santai yang bebas dari kebisingan dan keramaian serta bebas dari segala hambatan. Rileksasi perlu dilakukan secara kontinu dengan memilih waktu dan tempat yang mendukung. Dapat diprogramkan misalnya seminggu sekali.

b. Postur Tubuh
Anak tunanetra perlu diberi pembinaan latihan postur tubuh yang baik. Perlu diinformasikan kepada tunanetra pentingnya postur tubuh yang baik bagi penampilan dan pergaulan serta interaksi sosial. Jika postur tubuh yang baik tidak diinformasikan kepada tunanetra, mungkin mereka akan beranggapan bahwa orang lain di luar dirinya kalau berjalan kepalanya miring, perut ke depan, dsb. Pembinaan ini perlu dilakukan secara kontinu dan melibatkan semua orang yang ada di lingkungan tunanetra di mana mereka berada.

c. Keseimbangan
Kehilangan penglihatan dapat berdampak kepada tidak adanya keseimbangan. Sehingga tunanetra goyah dalam berjalan, kaki seperti ada per-nya, jalannya kaku, kaki dan tangan kaku, tidak luwes, serasi dan harmonis. Oleh karena itu tunanetra perlu dilatih keseimbangan secara kontinu.

d. Gerakan Non Lokomotor
Gerakan non lokomotor adalah gerakan anggota tubuh dengan tidak berpindah tempat. Jenis-jenis gerakan yang dapat dilatihkan antara lain:

a. Gerakan persendian;

b. Gerakan berputar;

c. Mengkondisikan gerakan: lentur, bervariasi, ada tempo, keseimbangan, posisi tubuh dengan lingkungan, gerakan membuka dan menutup, ukuran gerak, bentuk gerakan dan menyadari gerakan tersebut.

e. Gerakan Lokomotor
Yaitu gerakan anggota tubuh dengan berpindah tempat. Latihan yang disarankan antara lain: rileks, bervariasi, ada tempo, arah, tempat bergerak, berjalan secara pelan-pelan, mengatur jarak gerak, dan kesadaran bergerak. Apabila semua itu dapat dilakukan maka akan terjadi irama gerak yang serasi dan luwes. Gerakan lokomotor ini perlu dilatihkan kepada tunanetra dengan terjadwal, diulang-ulang, melakukan, dan berkelanjutan.

f. Gerakan Akrobatik dan Senam
Gerakan-gerakan akrobatik dan senam perlu dilatihkan kepada tunanetra. Misalnya: menendang bola, memukul gamelan, berenang, melompat, dsb.


F. Langkah – langkah pendidikan

Langkah – langkah pendidikan

Program bimbingan, pengajaran, dan latihan di sekolah yang berkaitan dengan
kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk :

1. Bimbingan untuk mengenal situasi sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun
dari sisi interaksi orang per-orang.

2. Menumbuhkembangkan perasaan nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan barunya.

3. Melatih kepekaan indera-indera tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman kognitif, afektif dan psikomotornya.

4. Melatih keberanian anak tunanetra untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal
yang tidak ia temui ketika berada di rumah.

5. Menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan kontak.

6. Melatih mobilitas anak untuk mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan
dilakukan dengan teman sebaya.

7. Memberikan pendidikan etika dan kesantunan berkaitan dengan adat dan kebiasaan
yang berlaku dalam suatu daerah. Pendidikan etika yang berlaku di rumah dapat
berbeda ketika anak tunanetra masuk dalam lingkungan baru dengan beragam kepribadian individu.

8. Mengenalkan anak tunanetra dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal ini
dapat memberikan pemahaman bahwa tiap kelompok memiliki karakter interaksi yang berbeda. Misalnya kelompok anak-anak kecil, kelompok remaja, atau kelompok orang dewasa.Interaksi sosial yang baik maupun yang kurang baik merupakan proses yang tidak diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.


Source :

- https://dianitaawulan.wordpress.com/2013/06/29/makalah-tuna-netra/