Selasa, 07 Juli 2015

Undang - Undang RI No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1997
TENTANG
PENYANDANG CACAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.              bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama;
b.              bahwa penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat dan, oleh karena itu, perlu semakin diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat;
c.              bahwa dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan peran sebagaimana tersebut di atas, dipandang perlu memberikan landasan hukum bagi upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat di segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam suatu Undang-undang.

Mengingat:
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG CACAT

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
(1)            Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:
a.              penyandang cacat fisik;
b.              penyandang cacat mental;
c.              penyandang cacat fisik dan mental.
(2)            Derajat kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan cacat yang disandang seseorang.
(3)            Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang kepada penyandang cacat untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
(4)            Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
(5)            Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
(6)            Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada penyandang cacat yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
(7)            Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus menerus, agar penyandang cacat dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar.

BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN

Pasal 2
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3
Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan, hukum, kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 4
Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diselenggarakan melalui pemberdayaan penyandang cacat bertujuan terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 5
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Pasal 6
Setiap penyandang cacat berhak memperoleh:
1.              pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;
2.              pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;
3.              perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;
4.              aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;
5.              rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan
6.              hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Pasal 7
(1)            Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2)            Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.

Pasal 8
Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat.

BAB IV
KESAMAAN KESEMPATAN

Pasal 9
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Pasal 10
(1)            Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas.
(2)            Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat.
(3)            Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Pasal 11
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

Pasal 12
Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta kemampuannya.

Pasal 13
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

Pasal 14
Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan.

Pasal 15
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal 14 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
UPAYA

Pasal 16
Pemerintah dan/atau masyarakat menyelenggarakan upaya:
1.              rehabilitasi;
2.              bantuan sosial;
3.              pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

Pasal 17
Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan, dan pengalaman.

Pasal 18
(1)            Rehabilitasi dilaksanakan pada fasilitas yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)            Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, dan sosial.
(3)            Ketentuan mengenai penyelenggaraan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19
Bantuan sosial diarahkan untuk membantu penyandang cacat agar dapat berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

Pasal 20
(1)            Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diberikan kepada :
a.              penyandang cacat yang tidak mampu, sudah direhabilitasi, dan belum bekerja;
b.              penyandang cacat yang tidak mampu, belum direhabilitasi, memiliki keterampilan, dan belum bekerja.
(2)            Ketentuan mengenai bentuk, jumlah, tata cara, dan pelaksanaan pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21
Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial diarahkan pada pemberian perlindungan dan pelayanan agar penyandang cacat dapat memelihara taraf hidup yang wajar.

Pasal 22
(1)            Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diberikan kepada penyandang cacat yang derajat kecacatannya tidak dapat direhabilitasi dan kehidupannya bergantung pada bantuan orang lain.
(2)            Ketentuan mengenai bentuk, tata cara, dan syarat-syarat pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 23
(1)            Pemerintah dan masyarakat melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(2)            Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Pasal 24
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat melalui penetapan kebijakan, koordinasi, penyuluhan, bimbingan, bantuan, perizinan, dan pengawasan.

Pasal 25
(1)            Masyarakat melakukan pembinaan melalui berbagai kegiatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(2)            Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.

Pasal 26
Ketentuan mengenai pembinaan dan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 27
(1)            Pemerintah memberikan penghargaan kepada perusahaan yang mempekerjakan penyandang cacat.
(2)            Penghargaan diberikan juga kepada lembaga, masyarakat, dan/atau perseorangan yang berjasa dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(3)            Ketentuan mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 28
(1)            Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2)            Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB VIII
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 29
(1)            Barang siapa tidak menyediakan aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau tidak memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dikenakan sanksi administrasi.
(2)            Bentuk, jenis, dan tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30
Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penyandang cacat yang telah ada, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 28 Februari 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 28 Februari 1997
MENTERI NEGARA/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 9

Tidak ada komentar: