UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
4 TAHUN 1997
TENTANG
PENYANDANG
CACAT
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang
bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, penyandang cacat merupakan bagian masyarakat
Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama;
b.
bahwa penyandang cacat secara kuantitas cenderung
meningkat dan, oleh karena itu, perlu semakin diupayakan peningkatan
kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat;
c.
bahwa dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan,
hak, kewajiban, dan peran sebagaimana tersebut di atas, dipandang perlu
memberikan landasan hukum bagi upaya peningkatan kesejahteraan sosial
penyandang cacat di segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam suatu
Undang-undang.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan Persetujuan:
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG CACAT
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
(1)
Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:
a.
penyandang cacat fisik;
b.
penyandang cacat mental;
c.
penyandang cacat fisik dan mental.
(2)
Derajat kecacatan adalah tingkat berat ringannya
keadaan cacat yang disandang seseorang.
(3)
Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan
peluang kepada penyandang cacat untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan.
(4)
Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi
penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan.
(5)
Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
(6)
Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan
kepada penyandang cacat yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap, agar mereka
dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
(7)
Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah
upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus menerus, agar penyandang
cacat dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar.
BAB
II
LANDASAN,
ASAS, DAN TUJUAN
Pasal
2
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial
penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal
3
Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manfaat,
kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam
perikehidupan, hukum, kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal
4
Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang
diselenggarakan melalui pemberdayaan penyandang cacat bertujuan terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan.
BAB
III
HAK
DAN KEWAJIBAN
Pasal
5
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal
6
Setiap penyandang cacat berhak memperoleh:
1.
pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan;
2.
pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan
jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;
3.
perlakuan yang sama untuk berperan dalam
pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;
4.
aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;
5.
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan
taraf kesejahteraan sosial; dan
6.
hak yang sama untuk menumbuhkembangkan
bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang
cacat anak dalam lingkungan keluarga
dan masyarakat.
Pasal
7
(1)
Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang
sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan
kemampuannya.
Pasal
8
Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban
mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat.
BAB
IV
KESAMAAN
KESEMPATAN
Pasal
9
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal
10
(1)
Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan
aksesibilitas.
(2)
Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk
menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat
sepenuhnya hidup bermasyarakat.
(3)
Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat dan
dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Pasal
11
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Pasal
12
Setiap lembaga pendidikan memberikan
kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta
didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan
derajat kecacatan serta kemampuannya.
Pasal
13
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatannya.
Pasal
14
Perusahaan negara dan swasta memberikan
kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan
penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan,
pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan
dan/atau kualifikasi perusahaan.
Pasal
15
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Pasal 12, dan Pasal 14 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
V
UPAYA
Pasal
16
Pemerintah dan/atau masyarakat
menyelenggarakan upaya:
1.
rehabilitasi;
2.
bantuan sosial;
3.
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal
17
Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan
kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang cacat
agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan, dan pengalaman.
Pasal
18
(1)
Rehabilitasi dilaksanakan pada fasilitas yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)
Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, dan sosial.
(3)
Ketentuan mengenai penyelenggaraan rehabilitasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
19
Bantuan sosial diarahkan untuk membantu
penyandang cacat agar dapat berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan
sosialnya.
Pasal
20
(1)
Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
diberikan kepada :
a.
penyandang cacat yang tidak mampu, sudah
direhabilitasi, dan belum bekerja;
b.
penyandang cacat yang tidak mampu, belum
direhabilitasi, memiliki keterampilan, dan belum bekerja.
(2)
Ketentuan mengenai bentuk, jumlah, tata cara, dan
pelaksanaan pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
21
Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
diarahkan pada pemberian perlindungan dan pelayanan agar penyandang cacat dapat
memelihara taraf hidup yang wajar.
Pasal
22
(1)
Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 diberikan kepada penyandang cacat yang derajat
kecacatannya tidak dapat direhabilitasi dan kehidupannya bergantung pada
bantuan orang lain.
(2)
Ketentuan mengenai bentuk, tata cara, dan
syarat-syarat pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
VI
PEMBINAAN
DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal
23
(1)
Pemerintah dan masyarakat melakukan pembinaan
terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal
24
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap upaya
peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat melalui penetapan kebijakan,
koordinasi, penyuluhan, bimbingan, bantuan, perizinan, dan pengawasan.
Pasal
25
(1)
Masyarakat melakukan pembinaan melalui berbagai
kegiatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(2)
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
untuk berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
Pasal
26
Ketentuan mengenai pembinaan dan peran
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
27
(1)
Pemerintah memberikan penghargaan kepada perusahaan
yang mempekerjakan penyandang cacat.
(2)
Penghargaan diberikan juga kepada lembaga,
masyarakat, dan/atau perseorangan yang berjasa dalam upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(3)
Ketentuan mengenai pemberian penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB
VII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
28
(1)
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 14 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelanggaran.
BAB
VIII
SANKSI
ADMINISTRASI
Pasal
29
(1)
Barang siapa tidak menyediakan aksesibilitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau tidak memberikan kesempatan dan
perlakuan yang sama bagi penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan,
jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
dikenakan sanksi administrasi.
(2)
Bentuk, jenis, dan tata cara pengenaan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB
IX
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
30
Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penyandang cacat yang
telah ada, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum
diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.
BAB
X
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
31
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 28 Februari 1997
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 28 Februari 1997
MENTERI
NEGARA/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar